Rabu 16 Dec 2020 03:00 WIB

Penjelasan Mengapa Kita Minta Petunjuk di Surat Al-Fatihah

Surat Al-Fatihah mengajarkan umat Islam tetap meminta hidayah

Rep: Syalaby Ichsan/ Red: Nashih Nashrullah
Surat Al-Fatihah mengajarkan umat Islam tetap meminta hidayah, Ilustrasi doa minta hidayah
Foto: Republika/Wihdan
Surat Al-Fatihah mengajarkan umat Islam tetap meminta hidayah, Ilustrasi doa minta hidayah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Surat al-Fatihah mempunyai banyak rahasia di setiap ayatnya. Di antaranya adalah kandungan makna hidayah dalam ayat keenam.

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ “Tunjukilah kami jalan yang lurus.” Secara tekstual, ayat keenam dari QS al-Fatihah itu berarti "tunjukkan kami jalan yang lurus".

Baca Juga

Ustadz Adi Hidayat dalam salah satu kajiannya membagi ayat ini menjadi dua bagian. Pertama yakni ihdhina. Di dalam bahasa Arab, kalimat ini merupakan fi'il 'amr yang berfungsi sebagai permohonan. Ihdhina berasal dari kata hidayah. Jamaknya disebut hudan.

Menurut dia, hidayah tak sebatas mengandung satu makna. "Maknanya bisa satu, dua, tiga atau empat. Kalau semua (hidayah) dikumpulkan, maka menjadi jamak dan disebut dengan hudan," kata dia.

Dia menjelaskan, Allah SWT menerangkan kepada seluruh hamba-Nya, permohonan utama seorang hamba adalah hidayah. Hidayah itu akan mengantarkan hamba kepada tingkat tertinggi dalam kehidupan.

Secara bahasa, dia pun menjelaskan beberapa makna hidayah. Salah satunya, yakni adh-dhilalah. Artinya bimbingan Allah lewat hati dengan lembut. 

Dia mengajak kita untuk sampai kepada kebenaran. Hidayah juga di maknai sebagai semua bentuk kebajikan yang diharapkan. Kesuksesan, kebahagiaan hingga rumah tangga tenang. Tidak hanya itu, hidayah bisa dimaknai dari sumbernya. Sumber hidayah yakni Allah, Alquran dan Rasulullah SAW.

Hidayah bukanlah monopoli orang Muslim. Allah SWT memiliki otoritas penuh menentukan kepada siapa hidayah tersebut diberikan.

أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ ۖ وَيُخَوِّفُونَكَ بِالَّذِينَ مِنْ دُونِهِ ۚ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ # وَمَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُضِلٍّ ۗ أَلَيْسَ اللَّهُ بِعَزِيزٍ ذِي انْتِقَامٍ

“Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. Dan mereka mempertakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) yang selain Allah? Dan siapa yang disesatkan Allah maka tidak seorangpun pemberi petunjuk baginya. Dan barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorangpun yang dapat menyesatkannya. Bukankah Allah Maha Perkasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) mengazab?” (QS az-Zumar [39]: 36-37).

Dalam menafsirkan ayat ini, Sayyid Qutb menjelaskan, Dia mengetahui siapa yang berhak menerima kesesatan lalu Dia menyesatkannya. Dan, Dia mengetahui siapa yang berhak menerima petunjuk lalu Dia me nunjukkannya. Jika Dia telah memutuskan, tidak ada yang dapat mengubah apa yang dikehendaki-Nya.

Hak ini yang harus kita raih agar layak mendapatkannya. Setelah meraihnya, dekaplah dia jangan sampai lepas. Sungguh mahal untuk bisa kembali ke kampung akhirat dengan status husnul khatimah. Wallahu a'lam.  

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement