Selasa 15 Dec 2020 16:23 WIB

Di Tengah Pandemi PBB Serukan Pembangunan Ramah Planet

PBB menyebut lampu peringatan untuk planet dan masyarakat menyala merah

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Pemanasan global menyebabkan suhu bumi bertambah panas dan es di kutub terus menipis.
Foto: EPA
Pemanasan global menyebabkan suhu bumi bertambah panas dan es di kutub terus menipis.

REPUBLIKA.CO.ID, BARCELONA - Di bawah tekanan besar Covid-19, perubahan iklim dan kerusakan alam, lampu peringatan untuk planet dan masyarakat "menyala merah". Sekarang adalah waktu yang tepat memilih jalan lebih aman dan adil untuk pembangunan manusia, demikian kata Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Selasa (15/12).

"Kita berada pada momen yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah umat manusia dan dalam sejarah planet kita," katanya dalam sebuah laporan. PBB mendesak upaya pemerintah, bisnis, dan warga negara untuk mengejar jenis kemajuan baru yang melindungi lingkungan.

Baca Juga

"Pandemi Covid-19 adalah konsekuensi mengerikan terbaru dari ketidakseimbangan yang sangat besar," kata Laporan Pembangunan Manusia 2020, seraya menambahkan bahwa bencana kesehatan datang di atas krisis pemanasan global yang sudah ada sebelumnya, hilangnya spesies, dan ketidaksetaraan.

Laporan tersebut, yang untuk pertama kalinya menggunakan indeks global baru yang memperhitungkan indikator lingkungan, menyimpulkan bahwa belum ada negara yang mampu mencapai tingkat pembangunan yang sangat tinggi tanpa membebani sumber daya alam.

"Banyak negara telah mencapai banyak kemajuan tetapi mereka juga telah melakukannya dengan mengorbankan kerusakan besar pada planet ini," kata Achim Steiner, Kepala Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), yang menghasilkan laporan tersebut.

Selama tiga dekade terakhir, Indeks Pembangunan Manusia telah memberi peringkat negara setiap tahun menurut kesehatan, pendidikan, dan standar hidup.

Namun tahun ini, versi baru ini menggunakan dua elemen tambahan: emisi karbon dioksida per kapita suatu negara dan jejak material, yang mengukur jumlah bahan seperti bahan bakar fosil dan logam yang digunakan untuk membuat barang dan jasa yang dikonsumsinya.

Hasilnya melukiskan "penilaian yang kurang indah tetapi lebih jelas tentang kemajuan manusia". Demikian kata UNDP.

Lebih dari 50 negara keluar dari kelompok pembangunan manusia yang sangat tinggi sebagaimana diukur oleh indeks baru, yang mencerminkan dampak besar mereka terhadap iklim dan alam.

Mereka termasuk, misalnya, negara-negara kecil seperti Singapura dan Luksemburg, dengan tingkat perdagangan yang tinggi, pergerakan dan energi bahan bakar fosil, serta negara-negara Teluk yang kaya minyak dan gas.

Australia turun 72 peringkat dalam peringkat sekitar 190 negara. Sementara Amerika Serikat kehilangan 45 peringkat dan Kanada 40 peringkat.

Beberapa negara, seperti Kosta Rika, Moldova, Meksiko, Kolombia, dan Panama, naik lebih dari 20 tempat. Ini mencerminkan betapa ringannya tekanan di planet ini, kata UNDP.

Kosta Rika, misalnya, sebagian besar telah mendekarbonisasi produksi energinya dan membalikkan deforestasi. Posisi negara-negara miskin sebagian besar tidak berubah, karena mereka cenderung memiliki jejak karbon dan material yang lebih kecil.

Steiner mengatakan indeks baru - yang akan disempurnakan di tahun-tahun mendatang - tidak dimaksudkan sebagai "penilaian" melainkan untuk menunjukkan bahwa "menjadi kaya bukanlah cara tunggal untuk menentukan apakah Anda sukses dan siap menghadapi masa depan ekonomi".

Karena krisis Covid-19 menunjukkan kerentanan dan risiko besar-besaran yang menjadi dasar kemajuan manusia, terutama dalam beberapa dekade terakhir, tujuannya adalah untuk membantu negara-negara membuat "pilihan yang lebih cerdas untuk pemulihan" dari pandemi, tambahnya.

"Kami memiliki lebih banyak kapasitas untuk melakukan hal-hal dengan cara berbeda dan lebih baik dari sebelumnya dalam sejarah manusia - dan itu adalah bagian yang membebaskan," katanya kepada Thomson Reuters Foundation, menunjuk pada kemajuan besar dalam teknologi sebagai contoh kunci.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement