Senin 14 Dec 2020 14:20 WIB

Petani Banyumas Kesulitan Jual Padi Hasil Panen

Program bantuan pemerintah menyebabkan pedagang juga kesulitan menjual gabah.

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Dwi Murdaningsih
Sejumlah pekerja mengeringkan gabah di pelataran penggilingan padi/ilustrasi
Foto: Antara
Sejumlah pekerja mengeringkan gabah di pelataran penggilingan padi/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Petani di Kabupaten Banyumas tidak hanya dihadapkan masalah kebutuhan pupuk. Namun juga dalam hal penjualan gabah hasil panen. 

Nawin (70), seorang petani warga Desa Pegalongan Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas, mengaku gabah hasil panen sawahnya pada musim panen Juli 2020, masih menumpuk di rumahnya karena tidak ada pedagang yang mau membeli.

Baca Juga

''Saya tidak tahu lagi harus jual kemana. Setiap pedagang yang saya datangi, mengaku tidak bisa membeli gabah hasil panennya karena mereka juga kesulitan menjualnya,'' katanya, Ahad (12/12).

Dia mengaku, saat ini memiliki stok gabah sebanyak lebih dari 1,5 ton. Gabah tersebut merupakan hasil panen dari musim panen sawah miliknya, seluas 0,3 hektare.

Hal serupa juga disampaikan Sardi (65), petani Desa Sidamulih Kecamatan Rawalo. Dia menyebutkan, para pedagang yang didatangi kebanyakan mengaku harga gabah kering giling (GKG) masih cukup tinggi. Masih dihargai Rp 500.000 per kg, untuk gabah hasil panen Juli 2020.

''Tapi ketika ditawari untuk membeli gabah saya, para pedagang menolak karena kesulitan menjualnya lagi,'' katanya.

Slamet (45), seorang padagang yang juga pemilik penggilingan di Desa Pegalongan Kecamatan Patikraja, mengakui saat ini masih banyak stok gabah petani yang tidak bisa dibeli. ''Kami tidak bisa membeli semua gabah petani yang hendak dijual, karena kami sendiri juga kesulitan menjualnya lagi,'' katanya.

Dia menyebutkan, berbagai program bantuan sembako yang dilaksanakan pemerintah, menyebabkan pembelian beras di pasar-pasar atau kios sembako menjadi sangat sedikit. ''Para pedagang pasar ini, akhirnya juga mengurangi pembelian dari kami,'' jelasnya.

Dalam masalah distribusi beras ini, Slamet mengaku bingung kenapa gabah hasil panen petani saat ini sulit diserap pasar. Kalau pun  pedagang pasar dan sembako mengurangi pembelian beras, pemasok sembako yang ditunjuk pemerintah mestinya tetap akan menyerap beras petani untuk kebutuhan program bantuan sembakonya.

''Tapi saat ini, perdagangan beras benar-benar lesu. Saya menduga, program bantuan sembako yang dilaksanakan saat ini banyak menggunakan beras simpanan dari Bulog, sehingga tidak banyak menyerap beras petani. Sedangkan Bulog sendiri, saat ini tidak melakukan penyerapan beras petani,'' katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement