Ahad 13 Dec 2020 12:37 WIB

Riset: 58 Persen Milenial Belajar Agama di Medsos

Medsos menjadi tempat belajar agama bagi 58 persen milenial.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Muhammad Hafil
Riset: 58 Persen Milenial Belajar Agama di Medsos. Foto: Media Sosial (ilustrasi)
Foto: Republika
Riset: 58 Persen Milenial Belajar Agama di Medsos. Foto: Media Sosial (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua PP Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad mengatakan, selama ini Muhammadiyah telah fokus merangkul generasi muda untuk berafiliasi dalam organisasi keislaman, seperti IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah), IRM (Ikatan Remaja Muhammadiyah), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah). Selain menyediakan wadah khusus bagi anak muda, Muhammadiyah juga menyesuaikan konten dan media dakwah dengan orientasi milenial yang lebih menggemari kajian secara virtual.

"Diharapkan organisasi-organisasi milenial ini bisa memberikan dakwah ke kalangan sebaya mereka, karena ketertarikan dan minat mereka kemungkinan besar sama," ujar  Guru Besar Sosiologi Agama pada Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati itu, Ahad (13/12).

Baca Juga

"Secara umum Muhammadiyah, karena tahu bahwa milenial itu berada di generasi 4.0 dan 5.0 dimana orientasi mereka lebih mengarah pada dunia virtual dan teknologi, maka muhammadiyah menyediakan dakwah melalui media digital dan media sosial, dengan harapan mereka (milenial) lebih tertarik untuk mempelajari tentang Islam," ujarnya menambahkan.

Dalam sebuah penelitian terbaru yang diawasi langsung oleh Guru Besar UIN Bandung ini menyebutkan, 58 persen anak muda lebih suka belajar agama melalui sosial media seperti Youtube atau Instagram. Selain itu, tak banyak anak-anak muda yang mengenal organisasi keagamaan, dan cenderung lebih mengenal pendakwah individual yang aktif di dunia maya.

"Maka dari itu Muhammadiyah secara formal sudah menginstruksikan kepada majlis taqlid dan majelis dakwah untuk mengadakan atau menyediakan dakwah secara virtual, bahkan kita membangun Pusat Syiar Digital Muhammadiyah," jelasnya.

"Dakwah bagi milenial juga harus diisi oleh pendakwah muda, kontennya juga tidak terlalu berat dengan durasi yang cukup singkat sebagaimana karakter media sosial, short message. Kami juga mengemas visualisasi konten dakwah dengan lebih menarik, seperti dengan film pendek, karikatur, atau lainnya," ujarnya menambahkan.

Mantan Ketua PW Muhammadiyah Jawa Barat ini mengatakan, kontribusi milenial dalam organisasi keislaman sangatlah penting, maka dari itu Muhammadiyah terus mencoba mendorong organisasi otonom milenial untuk aktif menyampaikan informasi dan edukasi kepada kaum sebaya mereka. Melalui lembaga pendidikan Muhammadiyah pula, diharapkan bibit-bibit aktivis muda yang religius akan lahir, kata dia.

"Muhammadiyah sendiri punya 100 lebih universitas di seluruh indonesia, dengan lebih dari 15 ribu sekolah mulai dari SD, SMP, SMA. Itu kan memang bertujuan untuk mencetak generasi milenial yang religius," ujarnya.

"Jadi diharapkan lulusan lembaga pendidikan muhammadiyah dapat turut aktif dalam keorganisasian muhammadiyah, meskipun kami tidak memaksa, tapi kami harap mereka tertarik untuk berorganisasi," sambungnya.

 Sebelumnya, Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi (Infokom) MUI KH Masduki Baidlowi menjelaskan salah satu tantangan MUI saat ini adalah merangkul sekitar 30 persen umat Islam di Indonesia yang tidak berafiliasi dengan ormas-ormas Islam. Hal ini ia ungkapkan dalam kegiatan Halaqah Pimpinan Media Massa MUI Pusat secara daring pada Kamis (3/12).

MUI menyampaikan, angka 30 persen ini merupakan hasil survei. Peran MUI sangat diperlukan agar bisa menyatukan semuanya ke dalam satu visi bangsa. Kalangan masyarakat tanpa ormas ini mayoritas di antaranya adalah milenial.

Menurut data, milenial lebih memilih berguru atau mencari ilmu keislaman melalui tokoh-tokoh idolanya. Terutama tokoh-tokoh agama yang melakukan dakwah melalui jalur dunia maya atau media sosial.

"Kalangan milenial itu justru masa depan kita. Kalau misalnya yang mereka serap keilmuannya itu dari media sosial yang memiliki paham-paham yang keras, ini yang saya kira menjadi garapan terbesar MUI," ujar Kiai Masduki dilansir di laman resmi MUI.

Ia mengatakan, selain mengaktifkan dakwah digital dan media sosial untuk merangkul masyarakat non ormas, diperlukan upaya nyata, antara lain melibatkan pondok pesantren dan perguruan tinggi Islam di Indonesia. Peran pondok pesantren dan perguruan tinggi sangat diperlukan sebagai langkah dalam mewujudkan cita-cita bangsa, yakni Islam wasathiyah.

"Setiap Munas, MUI selalu mengundang pesantren sebagai sebuah perwakilan formatur dan perguruan tinggi juga diundang, karena ini semua ini menjadi pilar-pilar dalam Islam wasathiyah itu,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement