Ahad 13 Dec 2020 12:02 WIB

KPAD Minta Hak Tersangka Kasus Mutilasi di Bekasi Terpenuhi

Hak sebagai anak, yakni pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, harus tetap terpenuhi.

Rep: Uji Sukma Medianti/ Red: Ratna Puspita
Lokasi pembunuhan DS (24 tahun) yang dilakukan dengan cara mutilasi di Jalan Cendana, Kelurahan Jakasampurna, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi. Polisi menetapkan remaja berusia 17 tahun sebagai tersangka dalam kasus ini.
Foto: Republika/Uji Sukma Medianti
Lokasi pembunuhan DS (24 tahun) yang dilakukan dengan cara mutilasi di Jalan Cendana, Kelurahan Jakasampurna, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi. Polisi menetapkan remaja berusia 17 tahun sebagai tersangka dalam kasus ini.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi, Aris Setiawan, meminta hak-hak tersangka kasus pembunuhan dengan cara mutilasi sebagai anak terpenuhi. Tersangka berinisial AYJ baru berusia 17 tahun mengaku membunuh karena kesal lantaran dipaksa melakukan hubungan seksual oleh korban DS (24).

"Meskipun nanti pada akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan terdakwa umpamanya, itu juga hak pendidikan hak kesehatan hak ekonomi semuanya dipastikan," kata Aris, kepada wartawan, Ahad (13/12).

Baca Juga

Aris mengatakan, KPAD akan melakukan pendampingan korban selama proses hukum. Dalam tahap penyelidikan, dia mengatakan, hak tersangka untuk ditempatkan di lapas anak harus didapatkan.

"Hak anak seperti penempatan di lapas, penyelidikan yang lebih manusia, itu kan juga dipastikan di sananya," ujarnya.

Sebelumnya, ahli psikologi forensik Reza Indragiri mengatakan, secara psikologis seseorang yang mengalami kekerasan maupun pelecehan secara seksual bisa memantik rasa amarah. Hal ini bisa juga terjadi pada korban.

“Seseorang yang merasa dilecehkan secara seksual dapat mentrigger perbuatan keji. Ya, dipantik oleh perasaan marah yang dialami oleh korban,” kata dia.

Karena itu, Lulusan Universitas Melbourne ini, menuturkan, ada dua kemungkinan jika pelaku disidang, yakni peringanan masa hukuman atau pembebasan dari hukuman. “Anggaplah dia berstatus ganda, pelaku sekaligus korban. Lantas, status manakah yang didahulukan? Hemat saya, status korbannya didahulukan,” ujar dia.

Dia mengatakan, kasus ini bukan hanya tanggung jawab pihak kepolisian. Namun, ia menambahkan juga tanggung jawab Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement