Sabtu 12 Dec 2020 14:09 WIB

Perbankan Syariah Diprediksi Tumbuh 13-18 Persen Tahun Depan

Digitalisasi, pandemi, dan literasi jadi tantangan yang harus diatasi.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Fuji Pratiwi
Perbankan Syariah (ilustrasi). Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) memproyeksikan, pertumbuhan perbankan syariah pada tahun depan akan berada pada level 13 hingga 18 persen.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Perbankan Syariah (ilustrasi). Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) memproyeksikan, pertumbuhan perbankan syariah pada tahun depan akan berada pada level 13 hingga 18 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) memproyeksikan, pertumbuhan perbankan syariah pada tahun depan akan berada pada level 13 hingga 18 persen dibandingkan tahun ini. Salah satu faktor utamanya, rencana pemerintah untuk merger tiga bank syariah menjadi sebuah bank BUMN.

Kepala PEBS FEB UI Rahmatina A Kasri menyebutkan, realisasi merger antara Mandiri Syariah, BNI Syariah, dan BRI Syariah diharapkan dapat membuat pertumbuhan perbankan syariah pada tahun depan akan lebih tinggi.

Baca Juga

Di sisi lain, pangsa pasar total aset perbankan syariah dan kinerja bank syariah diproyeksikan bisa meningkat dibandingkan sebelumnya. "Dengan kondisi ini, kami proyeksikan pertumbuhan perbankan syariah di kisaran 13-18 persen," tutur Rahmatina dalam Webinar dan Peluncuran Buku Indonesia Sharia Economic Outlook (ISEO 2021, Sabtu (12/12).

Saat ini, Rahmatina mencatat, aset perbankan syariah mengalami kenaikan 1,76 persen. Kondisi tersebut kontras dibandingkan realisasi di bank konvensional yang justru mengalami penurunan 1,4 persen.

Dari sisi pembiayaan, perbankan syariah juga menorehkan catatan positif. Rahmatina mengatakan, perbankan syariah masih berhasil memberikan pembiayaan pertumbuhan positif 1,48 persen dan 1,92 persen pada kuartal kedua dan ketiga tahun ini.

Non Performing Finance (NPF) atau kredit bermasalah mencatat penurunan cukup signifikan, yakni sebesar 3,82 persen. Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) bank syariah naik dari sejak kuartal pertama hingga kuartal ketiga tahun ini.

Hanya saja, Rahmatina menilai, masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait untuk mengakselerasi pertumbuhan bank syariah. Di antaranya, layanan keuangan digital yang perlu diekspansi dan kondisi pandemi yang diprediksi masih terus berlangsung hingga tahun depan.

Rendahnya tingkat literasi dan inklusi masyarakat terhadap keuangan syariah disebutkan Rahmatina sebagai tantangan berikutnya. Merujuk pada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks literasi keuangan syariah nasional masih berada di level 8,93 persen, sementara indeks inklusi keuangan di level 9,1 persen.

Rahmatina menyebutkan, ada beberapa strategi dan rekomendasi yang dapat dilakukan untuk mendorong pertumbuhan perbankan syariah. "Termasuk, Bank Syariah hasil merger harus dapat mensinergikan berbagai peluang yang dimiliki," katanya.

Selain itu, Rahmatina menambahkan, portofolio pembiayaan perlu diatur berdasarkan pemetaan industri winner dan loser di tengah pandemi. Perhatian serius terhadap digital banking yang terus mengalami pertumbuhan juga harus dilakukan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement