Sabtu 12 Dec 2020 13:32 WIB

Fredi Lugina Priadi, Ahli Membuat Pakaian Khusus Kucing

Fredi kerap meminta bantuan kucing kesayangannya, Ugi, Joni, dan Pongki jadi model.

Penjahit Fredi Lugina Priadi (39 tahun), yang ahli membuat baju khusus kucing.
Foto: Republika/Shabrina Zakaria
Penjahit Fredi Lugina Priadi (39 tahun), yang ahli membuat baju khusus kucing.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Shabrina Zakaria

Momen Ramadhan 2018 menjadi awal kisah baru Fredi Lugina Priadi (39 tahun). Laki-laki asal Desa Jampang, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, ini, suatu hari sebelum sahur, menunggah foto kucing persia kesayangannya, Ugi, ke sebuah grup Facebook.

Foto tersebut mengundang banyak perhatian anggota grup, lantaran di dalam foto itu Ugi menggunakan pakaian layaknya 'Pak Haji' yang siap berangkat ke masjid, lengkap dengan baju koko, sarung, peci, dan sandal. Setelahnya, sejumlah anggota grup Facebook penasaran dengan pakaian yang dikenakan Ugi.

Dari situlah, Fredi mulai mengenalkan beragam pakaian kucing buatannya. "Banyak yang tanya beli di mana. Padahal buat sendiri,” kata Fredi sambil menjahit baju kucing saat ditemui di rumahnya.

Selain baju 'Pak Haji', Fredi kini membuat desain pakaian lain. Di antaranya, superhero, tokoh karakter, tukang cuanki, tukang sate, jaket hoodie, dan desain lainnya yang menyerupai pakaian manusia. Bahkan, pada Ramadhan 2019, Fredi merintis pakaian 'Bu Haji' berupa gamis dan hijab.

Di rumah sederhana bercat kuning, Fredi bersama istrinya, Nursidawati (34), setiap harinya memproduksi pakaian kucing. Adik perempuan Fredi juga turut membantu proses pembuatannya.

Pada 2017, sebenarnya Fredi sudah merintis pembuatan pakaian kucing. Namun, desain yang dibuat masih berupa pakaian standar, seperti kaus dan celana. Ide pembuatan pakaian kucing itu, diakui Fredi, datang dari kakaknya yang merupakan pecinta kucing.

Baru pada 2018, sambung dia, kakaknya memberi usul untuk membuat pakaian kucing karakter seperti boneka. Fredi menerima usulan dan masukan tersebut. Sebab, ia sudah terbiasa membuat baju dari usaha konveksi pribadi.

“Saya udah biasa ngejahit dan terima pesenan baju. Sebelumnya juga saya buka bengkel, buka usaha sablon, sama mengajar jadi guru honorer di sekolah dasar (SD),” kata Fredi mengenang berbagai pekerjaan yang dilakoninya saat ditemui Republika, Jumat (11/12).

Banyaknya kegiatan yang dilakukan bersamaan pada satu waktu, seperti laporan akhir tahun nilai siswa, jahitan pakaian, deadline cat motor di bengkel, dan konveksi membuat Fredi kewalahan. Setelah berikhtiar, ia akhirnya meninggalkan seluruh pekerjaan itu dan fokus pembuatan pakaian pada awalnya. Baru dua tahun lalu, usaha khusus pembuatan pakaian kucing bisa dijadikan gantungan memenuhi kebutuhan hidupnya.

Lulusan Jurusan Ekonomi Pemasaran Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) ini, mengaku, bisa membuat 10 pakaian kucing per hari. Pakaian yang dibuat memiliki ukuran standar, seperti pakaian pada umumnya, yaitu S, M, L, XL, dan seterusnya.

Seringkali, Fredi meminta bantuan kucing kesayangannya, Ugi, Joni, dan Pongki untuk menjadi model 'dadakan' di akun media sosial (medsos)-nya. Seperti di Instagram, Twitter, Tiktok, dan Facebook, juga e-commerce Shopee.

“Yang paling sering dijadiin model Ugi sama Joni,” kata Fredi seraya menunjuk ke arah kucing berbulu krem dan abu-abu. “Kalau Pongki jarang, soalnya galak juga,” katanya sambil tertawa.

Rentang harga pakaian kucing yang dijual Fredi beragam mulai Rp 30 ribu hingga paling mahal Rp 1,5 juta. Murah dan mahalnya pakaian yang dijual tergantung dari kerumitan desain. "Yang paling mahal itu karakter samurai hero Jepang, ada juga waktu itu yang bawa pikulan cuanki. Kan lucu tuh pas divideoin bawa pikulan cuanki,” tuturnya.

Produksi dan penjualan pakaian kucing yang dilakoni Fredi ini, menuai tanggapan positif dan negatif dari banyak pengguna medsos. Fredi memahami, ada masukan dari sejumlah pecinta hewan, khususnya kucing yang seharusnya tidak diberi pakaian. Pasalnya kucing sudah memiliki rambut di tubuhnya. Fredi pun membenarkan hal itu, dan tidak menyangkal.

“Tapi produk yang saya jual ini bentuknya aksesoris, saya tidak memaksa para pemilik hewan peliharaan untuk membeli. Kalau mereka ada yang tidak suka, saya mohon maaf,” katanya dengan nada yang lembut.

Selain tanggapan negatif, Fredi tentu juga menerima tanggapan positif. Bahkan, dia tidak menyangka jika pakaian kucingnya sampai terkenal hingga diliput oleh media luar negeri. "Saya nggak berharap lebih, saya anggap itu bonus. Begitu saja saya udah seneng banget karena bisa lebih dari yang saya kerjain,” ujar Fredi.

Meski sudah dibantu istri dan adiknya, Fred merasa membutuhkan bantuan tenaga kerja lain untuk mempromosukan produknya di medsos. Apalagi, saat ini pakaian yang dibuatnya sudah terjual hingga ratusan, dan sudah menjangkau Papua, Kalimantan, Aceh, dan Batam.

Namun, rupanya mencari tenaga kerja tidak semudah yang dibayangkannya. “Karena kebanyakan orang-orang melihat model baju kucing aja ngebayanginnya udah sulit. Kan kecil bajunya juga,” kata Fredi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement