Jumat 11 Dec 2020 19:43 WIB

Afghanistan-Taliban Sepakat Negoisasi Damai Merujuk Islam

Agenda perdamaian Afghanistan dan Taliban dibahas di Qatar

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Agenda perdamaian Afghanistan dan Taliban dibahas di Qatar. Kantor Taliban di Doha Qatar (ilustrasi).
Foto: AP
Agenda perdamaian Afghanistan dan Taliban dibahas di Qatar. Kantor Taliban di Doha Qatar (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD – Dokumen perjanjian perdamaian antara pemerintah Afghanistan dan Taliban telah disetujui. 

Negosiator keduanya sepakat Afghanistan akan memberlakukan hukum dan ajaran Islam dalam pembicaraan damai yang sedang berlangsung di Qatar, menurut dokumen yang diperoleh Kamis (10/12).  

Baca Juga

Dokumen tersebut merinci daftar 21 poin aturan dan prosedur untuk negosiasi dan menjelaskan seperti apa sebenarnya pembicaraan tersebut, yang berlangsung tertutup. Keduanya menandatangani dokumen tersebut pekan lalu di Doha, Qatar, tempat pembicaraan yang ditengahi Amerika Serikat dimulai pada September. Qatar merupakan negara lokasi Taliban membuka kantor resminya selama bertahun-tahun.     

Segera setelah seremonial dimulai, pembicaraan menemui jalan buntu sampai pekan lalu, ketika dalam terobosan, kedua belah pihak menyetujui aturan dan prosedur untuk negosiasi. 

Terobosan itu penting karena itu berarti kedua belah pihak dapat segera mulai merundingkan masalah yang dapat mengakhiri pertempuran puluhan tahun di Afghanistan dan menentukan masa depan pascaperang di negara itu. Di antara agenda itu adalah soal genjata senjata, dan kebijakan untuk nggota Taliban bersenjata dan milisi yang setia ketika bergabung dengan pemerintah Afghanistan. Perubahan konstitusi dan hak-hak perempuan dan minoritas juga diharapkan menjadi agenda. 

Menurut warga Afghanistan yang mengetahui pembicaraan di Doha, poin penting yang mencuat adalah apakah kesepakatan yang ditandatangani Amerika Serikat dengan Taliban pada Februari akan menjadi dasar untuk pembicaraan Afghanistan-Taliban. Warga Afghanistan berbicara tanpa menyebut nama untuk membahas proses perdamaian. 

Taliban bersikeras bahwa itu adalah perencanaan awal, tetapi negosiator pemerintah menolak karena perwakilan Kabul bukan pihak dalam kesepakatan Amerika Serikat-Taliban. Kesepakatan itu menetapkan pedoman untuk penarikan pasukan Amerika Serikat dan NATO dari Afghanistan, mengakhiri keterlibatan militer terlama Amerika. 

Menurut Kepala Staf Gabungan Jenderal Amerika Serikat, Mark Milley,  jumlah pasukan Amerika di Afghanistan akan berkurang menjadi 2.500 pada pertengahan Januari,  setelah Presiden Donald Trump baru-baru ini memutuskan untuk mempercepat penarikan pasukan. 

Menurut Milley, pasukan Amerika Serikat yang lebih kecil akan beroperasi untuk melanjutkan misi saat ini dalam memerangi kelompok ekstremis seperti al-Qaeda dan melatih serta menasihati pasukan pertahanan Afghanistan. 

Perjanjian Amerika Serikat-Taliban mulai 29 Februari juga mengikat Taliban untuk mencegah serangan apa pun terhadap kepentingan Amerika di Afghanistan. 

Meskipun ada perlawanan dari negosiator pemerintah Afghanistan, kesepakatan Amerika Serikat -Taliban berhasil masuk ke bagian pengantar dari 21 poin dokumen tentang aturan dan prosedur pembicaraan Doha, setelah menyatakan bahwa hukum Islam akan menjadi dasar untuk negosiasi. 

"Kehormatan dan martabat Afghanistan terletak pada identitas Islam dan persatuan nasionalnya. Hanya melalui penerapan keadilan Islam,  Afghanistan dapat melindungi kedaulatannya dan menghindari campur tangan langsung dan tidak langsung," demikian pernyataan dokumen.  

Negosiasi antara pemerintah Afghanistan dan Taliban kemungkinan besar akan berlarut-larut dan hasilnya masih jauh dari pasti, tetapi Torek Farhadi, mantan penasihat dan analis politik pemerintah Afghanistan, mengatakan bahwa setiap orang yang memiliki alasan berharap untuk kesepakatan pembagian kekuasaan. 

Kesepakatan pembagian kekuasaan, di mana Taliban akan menjadi bagian dari arus utama politik dalam masyarakat Afghanistan pasca-perang, adalah satu-satunya solusi yang dapat melindungi warga sipil agar tidak terus menanggung beban konflik, kata Farhadi. Untuk warga sipil Afghanistan, antara Covid-19, kemiskinan, musim dingin dan kekerasan tanpa henti, situasinya menjadi tak tertahankan. 

“Proses perdamaian sedang berjuang bahkan pada saat-saat awal ini, dan setiap negosiasi yang berhasil menuju penyelesaian akan panjang dan rumit,” kata Wakil Direktur Program Asia di Wilson Center yang berbasis di Washington, Michael Kugelman. 

Daftar 21 poin dalam bahasa Pustun dan dua bahasa resmi Afghanistan memperingatkan pihak yang bertikai agar tidak membocorkan dokumen atau berbicara kepada media selama negosiasi. Itu juga menyerukan agar negosiasi dilakukan dengan kejujuran, ketulusan dan dalam suasana yang baik, saling menghormati untuk menghindari ketidakpercayaan. 

Setiap pertemuan antara kedua belah pihak dalam pembicaraan akan dimulai dan diakhiri dengan doa, kata dokumen itu, dan ketika kedua belah pihak tidak setuju, tim terpisah akan dibentuk untuk mencari solusi alternatif, termasuk situasi ketika interpretasi agama diperdebatkan.n Ratna Ajeng Tejomukti 

Sumber:  https://www.channelnewsasia.com/news/asia/afghan-government-taliban-agree-islamic-law-to-guide-peace-talks-13745016

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement