Jumat 11 Dec 2020 19:19 WIB

Ombudsman Kritik Pemkot Surabaya Soal Sewa Jaringan Utilitas

Penertiban dilakukan karena operator telekomunikasi fiber optic tak membayar sewa.

Jaringan Utilitas (ilustrasi)
Foto: Thoudy Badai/Republika
Jaringan Utilitas (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bersikukuh menertibkan jaringan utilitas yang terpasang di sepanjang jalan di Kota Pahlawan. Pemkot Surabaya berdalih, penertiban ini dilakukan lantaran para operator telekomunikasi fiber optic tidak membayar sewa. Keputusan ini dikritik Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (RI) Ahmad Alamsyah Saragih yang menyatakan, aksi Pemkot Surabaya ini tidak mengikuti perintah Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri).

Ia mengingatkan, pada awal November 2020, Kemendagri sudah melayangkan surat kepada Pemkot Surabaya. Berdasarkan surat 555/6146/SJ, Kemendagri sudah memerintahkan pemkot tidak melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan layanan telekomunikasi dan broadband di Kota Surabaya. Kemendagri juga menginstruksikan agar Pemkot Surabaya berkoordinasi dengan pemerintah pusat menyelesaikan permasalahan sewa lahan ini. Agar transformasi digital yang tengah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Selain itu, surat Kemendagri memerintahkan agar Pemkot Surabaya memberikan fasilitas atau kemudahan berusaha kepada penyelenggara telekomunikasi dan melakukan pembangunan infrastruktur telekomunikasi secara transparan dan tidak diskriminatif," ungkap Ahmad Alamsyah dalam keterangannya, Jumat (11/12).

Selain itu, kata dia, Pemkot Surabaya berpotensi melanggar Undang-undang 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Dalam pasal 128 ayat 2 disebutkan, objek retribusi atau daerah, dikecualikan dari pengertian pemakaian kekayaan daerah adalah penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut.

Ombudsman, kata Ahmad, mendukung surat Kemendagri yang ditujukan ke Walikota Surabaya. Ombudsman menilai pengenaan sewa atau retribusi yang dilakukan Pemkot Surabaya merupakan kekeliruan yang fatal. Sewa itu ada unsur pendapatan yang sifatnya keuntungan.

"Menurut saya yang dilakukan Pemkot Surabaya aneh. Penyediaan layanan utilitas tidak seharusnya dikenakan sewa. Sebab PLN, PDAM, operator telekomunikasi dan penyelenggara gas melalui pipa melakukan pelayanan kepada publik dan mereka sudah membayar pajak ke pemerintah. Seharusnya Pemkot Surabaya dapat melihat UU 28 tahun 2009 secara cermat dengan mengutamakan fungsi pelayanan kepada masyarakat di Kota Surabaya," kata Alamsyah.

Dalam penjelasan UU ini, sangat jelas disebutkan penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah antara lain pemancangan tiang listrik, telekomunikasi atau penanaman dan pembentangan kabel listrik atau telepon di tepi jalan umum. Yang mengubah fungsi dari lahan itu, menurut Alamsyah, ketika tanah sebagai aset Pemda itu dibangun gedung Berdasarkan UU Cipta Kerja, menurut Alamsyah seharusnya Pemkot Surabaya dan pemerintah daerah lainnya memberikan kemudahan berinvestasi bagi penyelenggara utilitas umum seperti penggelaran jaringan telekomunikasi yang dilakukan oleh operator. Bukan malah mempersulit dan mengenakan biaya yang tinggi.

Pemda manapun, kata dia, harusnya membuat system ducting bersama untuk seluruh penyelenggara utilitas umum. Seperti telekomunikasi, air, listrik dan gas alam. Karena ducting ini merupakan utilitas publik, setelah selesai dibuat Pemda, harusnya operator telekomunikasi, listrik, air dan gas dapat memakai fasilitas tersebut dengan gratis. Ini kewajiban pemda bikin sarana dan prasarana untuk kepentingan publik.

Jika Pemkot Surabaya tetap ngotot untuk melakukan penertiban jaringan utiilitas, Alamsyah meminta, para operator penyelenggara utilitas publik yang dirugikan dapat mengirim surat ke Kemendagri dan gubernur untuk dapat melakukan review terhadap kebijakkan yang dibuat oleh Pemkot Surabaya. Selain itu, penyelenggara utilitas tersebut juga dapat melakukan gugatan hukum ke pengadilan.

"Jika tidak ada solusi ya harus dibawa ke pengadilan supaya tidak berlarut-larut dan menjadi kontra produktif bagi rencana pemerintah Presiden Jokowi yang ingin segera melakukan transformasi digital," ujar Alamsyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement