Friday, 17 Syawwal 1445 / 26 April 2024

Friday, 17 Syawwal 1445 / 26 April 2024

Hari HAM Sedunia, HNW Minta Penembakan FPI Diusut Tuntas

Kamis 10 Dec 2020 17:16 WIB

Red: Gita Amanda

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid (HNW) mengimbau seluruh komponen bangsa, memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) pada 10 Desember ini, dengan jujur dan serius.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid (HNW) mengimbau seluruh komponen bangsa, memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) pada 10 Desember ini, dengan jujur dan serius.

Foto: MPR
Peringatan Hari HAM tahun ini seharusnya tidak hanya dilakukan secara seremonial.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid (HNW) mengimbau seluruh komponen bangsa, memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) pada 10 Desember ini, dengan jujur dan serius. Kejujuran dan keseriusan peringatan Hari HAM, itu salah satunya ditunjukkan dengan memberi akses pengusutan seluas-luasnya kepada Komnas HAM, pada kasus dugaan pelanggaraan HAM penembakan anggota Front Pembela Islam (FPI) oleh aparat kepolisian.

“Peringatan Hari HAM tahun ini seharusnya tidak hanya dilakukan secara seremonial, tetapi penting dilakukan dengan lebih bermakna, memberikan akses yang nyata untuk dapat mengusut tuntas dugaan pelanggaran HAM oleh aparat kepolisian terkait penembakan enam laskar FPI,” ujar Hidayat melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (10/12).

Baca Juga

HNW berharap, Tim Pencari Fakta (TPF) Independen yang dipimpin Komnas HAM segera dibentuk, dengan melibatkan para pemangku independen lainnya. Seperti dari Ormas (Muhammadiyah dan  ICMI), Parpol (PKS dan PPP) LSM (Amnesty International Indonesia, YLBHI, IPW dan lain-lain), dan sejumlah anggota DPR RI sudah mengutarakan hal yang serupa.

Menurut Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, desakan sejumlah kalangan itu dapat dipahami karena penembakan enam warga sipil, itu disebut sebagian pakar sebagai aksi extra judicial killing. Apabila merujuk kepada Penjelasan Pasal 104 ayat (1) UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, extra judicial killing tersebut masuk kategori pelanggaran HAM berat.  

“TPF Independen harusnya segera dibentuk, agar segera kuatkan dan beri akses yang luas kepada Komnas HAM untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran HAM terhadap 6 laskar FPI yang menjadi perhatian masyarakat luas, bahkan masyarakat Internasional,” tuturnya.

HNW menambahkan pihaknya juga mendukung dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) di DPR RI untuk pengusutan secara tuntas kasus pelanggaran HAM ini, dan melengkapi pengusutan oleh TPF Independen yg dipimpin oleh Komnas HAM. “Sebagai lembaga perwakilan Rakyat, wajarnya  rekan-rekan anggota di Komisi III DPR RI yang bermitra dengan Kepolisian untuk membentuk Pansus terkait hal ini di DPR,” tukas Anggota Komisi VIII yang membidangi urusan keagamaan di DPR RI ini.   

Lebih lanjut, HNW mengutarakan bahwa sejumlah pasal berkaitan dengan HAM telah hadir pascareformasi melalui amandemen UUD 1945, dan itu bukan hanya sekadar untuk menjadi ‘macan kertas’, tetapi harusnya bisa ditegakkan. Salah satunya adalah Pasal 28 I UUD NRI Tahun 1945 yang mencantumkan bahwa hak hidup adalah hak yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan apa pun (non derogable rights).

“Penembakan terhadap enam anggota FPI yang berujung kepada kematian itu merupakan bentuk terhadap pelanggaran HAM karena menghilangkan hak hidup yang tak dapat dikurangi tersebut,” tukasnya.

Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan DKI Jakarta II (termasuk luar negeri),  ini berharap, Presiden Joko Widodo selaku kepala pemerintahan, dari Negara Anggota Dewan HAM PBB, agar betul-betul melaksanakan aturan-aturan soal HAM dan kesepakatan internasional terkait HAM. Bahkan sebaiknya Presiden Jokowi dan Kapolri mau mengakui dan meminta maaf atas kesalahan aparat penegak hukum yang diduga melakukan pelanggaran HAM, karena telah menyebabkan hilangnya hak hidup 6 warga sipil anggota FPI itu.

HNW menyarankan agar Presiden dan Kapolri dapat mengambil contoh dari sikap Perdana Menteri dan Kepala Kepolisian Selandia Baru yang berani meminta maaf atas kesalahan mereka terkait penembakan 90an jamaah di dua masjid. Dan kesalahan petugas kontraterorisme yang hanya fokus kepada ekstremisme kalangan Muslim, sehingga mengakibatkan teror dan penembakan kalangan ekstremis supremasi kulit putih terhadap jamaah dua Masjid di Chirstchurch Selandia Baru.

“Sikap kenegarawanan seperti itu yang seharusnya ditunjukkan oleh Pemerintah Indonesia, agar masyarakat Indonesia kembali mempercayai pimpinan negaranya, tidak lagi terpecah belah dan bisa bersatu padu menyelesaikan persoalan yang saat ini dhadapi oleh bangsa Indonesia seperti pandemi Covid-19, resesi ekonomi, dan agar bisa diajak bersama-sama menyelamatkan NKRI dari ancaman separatisme,” pungkasnya.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler