Kamis 10 Dec 2020 14:25 WIB

Komisaris HAM PBB Kembali Soroti Isu Xinjiang

Komisi HAM PBB terus berkomunikasi dengan China untuk ke Xinjiang.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Michelle Bachelet.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Michelle Bachelet.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Michelle Bachelet kembali menyoroti situasi HAM di Provinsi Xinjiang, China. Menurutnya, laporan tentang adanya pelanggaran HAM di sana tetap bermunculan.

“Laporan ini datang dari berbagai sumber. Tapi konsisten dengan praktik kami yang biasa, tim saya mencoba untuk memvalidasi materi yang kami terima tentang masalah ini,” kata Bachelet pada Rabu (9/12), dikutip laman Yeni Safak.

Baca Juga

Menurut dia, saat ini kantornya masih melanjutkan komunikasi dengan Pemerintah China untuk membahas kunjungan ke negara tersebut. Dia berharap proses itu akan menghasilkan akses yang berarti bagi tim PBB.

Saat berbicara di Dewan HAM PBB pada Februari lalu, Bachelet menyerukan akses untuk penyelidikan kondisi HAM di China. “Kami akan berusaha menganalisis secara mendalam situasi HAM di China, termasuk situasi anggota minoritas Uighur,” katanya.

Dia menekankan akan tetap berupaya memperoleh akses untuk melakukan hal itu. “Kami akan terus meminta akses tak terkekang bagi tim terdepan dalam persiapan untuk kunjungan yang diusulkan ini,” ujar Bachelet.

Pada awal Oktober lalu, 39 negara anggota PBB menuntut China membuka akses bagi pengamat independen untuk mengunjungi Provinsi Xinjiang. Hal itu guna menyingkap kebenaran tentang dugaan pelanggaran HAM  terhadap Muslim Uighur di daerah tersebut.

"Kami menyerukan kepada Cina untuk mengizinkan akses langsung, bermakna, dan tidak terbatas ke Xinjiang bagi pengamat independen termasuk Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (Michelle Bachelet) dan kantornya, dan pemegang mandat prosedur khusus yang relevan," kata Duta Besar Jerman untuk PBB Christoph Heusgen pada 6 Oktober lalu.

Heusgen mengutip peningkatan jumlah laporan tentang pelanggaran HAM berat serta pembatasan ketat atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di Xinjiang. "Pengawasan yang meluas secara tidak proporsional terus menargetkan Uighur dan minoritas lainnya serta lebih banyak laporan bermunculan tentang kerja paksa dan pengendalian kelahiran paksa termasuk sterilisasi," katanya.

Inggris, Amerika Serikat (AS), Swiss, Kanada, Jepang, dan Norwegia termasuk dalam 39 negara yang mendesak China membuka akses ke Xinjiang. Beijing selalu mengkritik negara-negara yang berusaha menyuarakan isu Xinjiang dan pelanggaran HAM terhadap Muslim Uighur. Ia kerap menegaskan bahwa itu merupakan urusan dalam negerinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement