Kamis 10 Dec 2020 08:59 WIB

Siapa Ikuti Jejak Pemkab Kudus Tunda Belajar Tatap Muka?

Keputusan ini diambil menyusul meninggalnya lima guru SMP 3 Jekulo akibat Covid-19.

Siswa mengikuti simulasi pembelajaran tatap muka di SD Widiatmika, Jimbaran, Badung, Bali, Selasa (8/12)
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Siswa mengikuti simulasi pembelajaran tatap muka di SD Widiatmika, Jimbaran, Badung, Bali, Selasa (8/12)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Fauziah Mursid/Antara

KUDUS – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus, Jawa Tengah, mengambil keputusan untuk menunda pembelajaran tatap muka yang dijadwalkan dimulai Januari 2021. Keputusan ini diambil menyusul meninggalnya lima guru SMP 3 Jekulo akibat terpapar Covid-19.

“Kami sudah menginstruksikan kepada Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga untuk membuat surat edaran kepada sekolah bahwa pembelajaran tatap muka belum diperbolehkan,” kata Pelaksana Tugas Bupati Kudus, Hartopo.

Surat edaran tersebut, lanjut dia, sudah diberikan kepada masing-masing sekolah di Kudus sejak Senin (7/12). Hartopo meminta semua sekolah tetap menggelar pembelajaran secara daring atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) demi menghindari penularan Covid-19 di lingkungan sekolah.

Terkait adanya beberapa sekolah yang masih melakukan pembelajaran tatap muka, Hartopo menyatakan akan memberikan sanksi tegas kepada siapapun yang tidak patuh. Penundaan pembelajaran tatap muka, menurut dia, belum bisa dilakukan karena Kudus masih zona oranye dan ditemukan adanya penularan di sekolah.

“Surat edaran tersebut berlaku untuk pendidikan anak di bawah umur atau PAUD hingga SMA. Siswa tidak ada yang boleh masuk. Sampai ada yang memasukkan, akan diberikan sanksi,” ujar dia. 

Hartopo menegaskan, selama kondisi belum aman, ia tidak akan memberikan izin pembelajaran tatap muka di sekolah. Bahkan, SMK yang sebelumnya minta izin simulasi tatap muka, saat ini sudah tidak melaksanakan lagi karena Provinsi Jateng juga memberhentikan sementara sampai ada kebijakan baru.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengizinkan belajar tatap muka bisa dilaksanakan mulai Januari 2021 dengan syarat ketat. Syarat tersebut telah diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri terkait pembelajaran tatap muka di masa pandemi.

Salah satu yang tercantum dalam SKB tersebut, pemerintah daerah memang diberi kewenangan penuh untuk menentukan pembelajaran tatap muka bisa dilakukan atau tidak. Pertimbangannya tentu terkait dengan tingkat penyebaran Covid-19 di daerah tersebut. 

Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbud Jumeri mengatakan, pemerintah daerah (pemda) punya kewenangan menentukan bisa atau tidak dilakukan sekolah tatap muka. Tujuan pembelajaran tatap muka, kata dia, adalah untuk mengurangi dampak psikologis siswa selama pendidikan jarak jauh (PJJ).

“Pemda bisa membuka sekolah dan melakukan pembelajaran tatap muka pada zona-zona yang aman dari Covid-19. Hal ini bertujuan untuk mengurangi stres anak, resah dan juga masalah lain akibat PJJ ini,” kata Jumeri.

Jumeri menambahkan, meski pemda sudah memerintahkan pembukaan sekolah, namun jika sekolah belum siap maka pembelajaran dilakukan dengan daring. Sementara jika pemda dan sekolah siap, sementara orang tua tidak siap melepas anaknya melakukan pembelajaran tatap muka, maka sekolah diminta untuk memfasilitasi pembelajaran anak tersebut.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan kegiatan belajar tatap muka berisiko tinggi memperburuk penularan Covid-19. Kendati pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak gampang dengan sejumlah kendala yang menyertainya, IDAI memandang hal tersebut masih lebih baik.

Data menunjukkan proporsi kematian anak akibat Covid-19 masih tinggi. Per 29 November 2020, tercatat sebesar 3,2 persen dari total kasus kematian di Indonesia tergolong berusia anak, dan merupakan yang tertinggi di Asia Pasifik saat ini.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy meminta pemerintah daerah (pemda) bersama pihak sekolah serta penyelenggara pendidikan membuat peta zona kerawanan Covid-19 secara detail. Pemerintah memberikan kewenangan penuh kepada pemda untuk membuka sekolah mulai dari TK sampai SMA. “Pemetaan secara detail tersebut perlu untuk dilakukan,” kata Muhadjir.

Menurut dia, tiap daerah memiliki kondisi berbeda yang mungkin tak terdeteksi. Mantan menteri pendidikan dan kebudayaan ini mencontohkan, kendati ada satu daerah ditetapkan sebagai zona merah, namun bisa jadi ada wilayah zona hijau di dalamnya. Begitu juga sebaliknya, apabila suatu wilayah ditetapkan sebagai zona hijau, maka bisa jadi ada di dalamnya wilayah zona merah.

“Sebetulnya kepala daerah dan pemerintah daerah harus berani mengambil langkah yang cermat dan mengambil keputusan terutama dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar ini,” ujar Muhadjir.

Muhadjir mengatakan, semakin lama anak-anak tidak bersekolah, maka moral dan perilaku anak bisa terus merosot. Karena itu, dia meminta agar pemda bersama pihak sekolah bisa mempersiapkan protokol kesehatan dengan baik. Mulai dari menyiapkan tempat cuci tangan, meminimalisasi agar murid-murid tidak berkerumun, dan menyediakan masker untuk murid-murid.

“Patuhi protokol sebaik mungkin. Kalau itu dilakukan saya yakin sekolah-sekolah masih bisa jalan. Jika suatu saat ada kasus di sekolah segera ditangani dengan baik terutama dengan melibatkan satgas Covid-19 setempat,” katanya.

Selain itu, Muhadjir meminta agar pemda bersama pihak sekolah menyediakan masker khusus yang sesuai dengan ukuran anak-anak. Hal itu agar di sekolah mereka tetap aman dan terselamatkan dari virus korona.

“Presiden juga mewanti-wanti dalam rapat kabinet terbatas untuk segera memproduksi masker untuk anak-anak. Mulai dari anak TK, SD, SMP, yang ukurannya jarang. Karena itu segera perlu diproduksi,” kata Muhadjir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement