Rabu 09 Dec 2020 11:15 WIB

Pendapat Warga Jepang Terpecah Soal Pelaksanaan Olimpiade

Penyelenggaraan Olimpiade Tokyo di tengah pandemi menimbulkan pro kontra warga Jepang

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
 Monumen cincin Olimpiade dipasang kembali di tepi laut Taman Laut Odaiba di Tokyo, Jepang, 01 Desember 2020. Monumen cincin Olimpiade telah dipasang kembali ke lokasi aslinya setelah pekerjaan pemeliharaan. Olimpiade Tokyo 2020 telah dijadwalkan ulang menjadi 23 Juli 2021, karena pandemi virus corona.
Foto: EPA-EFE/FRANCK ROBICHON
Monumen cincin Olimpiade dipasang kembali di tepi laut Taman Laut Odaiba di Tokyo, Jepang, 01 Desember 2020. Monumen cincin Olimpiade telah dipasang kembali ke lokasi aslinya setelah pekerjaan pemeliharaan. Olimpiade Tokyo 2020 telah dijadwalkan ulang menjadi 23 Juli 2021, karena pandemi virus corona.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pandangan warga Jepang terpecah antara keraguan dan dukungan untuk pelaksanaan Olimpiade Tokyo tahun depan di tengah melonjaknya biaya dan bertambahnya kasus virus corona. Dalam pengumumannya pekan lalu, penyelenggara mengatakan olimpiade yang ditunda akan menelan biaya tambahan.

Biaya tambahan itu mencapai 294 miliar yen atau Rp 39,5 triliun. Tagihan dibagi pada penyelenggara Tokyo 2020, pemerintah Jepang, dan Pemerintah Metropolitan Tokyo (TMG).

Baca Juga

Secara total, TMG serta pemerintah nasional dan pada gilirannya pembayar pajak Jepang, mengharapkan untuk membayar Rp 25,8 triliun untuk menutupi biaya penundaan dan tindakan penanggulangan virus corona. Dengan kecenderungan jumlah biaya yang terus meningkat, sejumlah warga Jepang yang mengambil foto di dekat Stadion Nasional yang baru dibangun pada Senin mengatakan mereka yakin itu mungkin harga yang pantas dibayar.

"Saya pikir jumlah kasus yang terinfeksi virus corona (di Jepang) masih lebih sedikit daripada negara lain. Jadi saya berharap mereka dapat mengadakan (Olimpiade) entah bagaimana dalam situasi ini," kata Shiro Terui yang berusia 72 tahun kepada Reuters.

"Ini juga berkontribusi pada ekonomi global," katanya menambahkan.

Satsuki Kataoka, seorang akuntan, mengatakan dia menerima bahwa mengadakan olimpiade selama pandemi membawa biaya tambahan. "Sebagai wajib pajak, saya merasa anggaran (ekstra) yang mereka himpun agak terlalu besar. Namun saya mengerti biaya tambahan diperlukan karena situasi virus corona," tuturnya.

Meskipun Jepang telah menghindari sejumlah besar kasus Covid-19 dan kematian, kini mereka mengalami gelombang ketiga. Dukungan untuk kabinet Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga turun menjadi 50,3 persen dari 63,0 persen bulan sebelumnya.

Peringkat penolakan naik menjadi 32,8 persen dari 19,2 persen. Angka ini merujuk survei yang dilakukan Kyodo News yang dikutip Reuters.

Dengan lebih dari 15 ribu atlet dari seluruh dunia datang ke Tokyo untuk mengikuti olimpiade, ada kekhawatiran bahwa kedatangan mereka dapat menyebabkan lonjakan kasus Covid-19.

"Bagi saya, sangat mengkhawatirkan berbagai orang dari luar negeri mengunjungi Jepang dalam situasi seperti ini. Jadi saya tidak terlalu mendukung. Saya berharap ini dapat dibatalkan atau ditunda lagi," kata Ryota Sato, 27 tahun.

Penyelenggara mengatakan mereka akan memutuskan jumlah penonton yang diizinkan masuk ke lokasi pelaksanaan olimpiade pada musim semi.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement