Rabu 09 Dec 2020 06:33 WIB

Alasan Pemerintah Naikkan Dana Pungutan Ekspor Sawit

Kemenkeu resmi memberlakukan pungutan ekspor progresif produk sawit mulai pekan depan

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Kementerian Keuangan resmi memberlakukan pungutan ekspor progresif untuk minyak sawit (CPO) dan turunannya mulai pekan depan.
Kementerian Keuangan resmi memberlakukan pungutan ekspor progresif untuk minyak sawit (CPO) dan turunannya mulai pekan depan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah resmi menaikkan dana pungutan ekspor sawit sesuai pergerakan harga terhitung mulai 10 Desember 2020. Selanjutnya setiap kenaikan harga turut diikuti dengan kenaikan tarif pungutan.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kementerian Koordinator Perekonomian, Musdalifah, mengatakan, penyesuaian harga tersebut merupakan tindak lanjut dari tim pengarah yang terdiri dari Kemenko Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, Bappenas, serta Kementerian ATR.

Baca Juga

"Dasar penyesuaian harga adalah tren positif harga CPO dan untuk keberlanjutan pengembangan layanan dukungan pengembangan industri sawit nasional," kata Musdalifah dalam konferensi pers, Selasa (8/12) sore.

Ia menuturkan, layanan yang diberikan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) selaku pengelola dana pungutan ekspor meliputi kegiatan hulu. Seperti di antaranya peremajaan sawit dan kenaikan kapasitas petani. Adapun di hilir yakni untuk kepentingan penciptaan pasar domestik melalui mandatori bahan bakar B30.

Musdalifah mengatakan, penyesuaian tarif itu diharapkan akan mendukung kebijakan pemerintah dalam menjaga industri sawit nasional. "Pemerintah menyadari, semua kebijakan tujuan akhirnya adalah keberlanjutan dari kelapa sawit mengingat peran pentingnya dalam perekonomian nasional," ujarnya.

Pihaknya pun mengingatkan, untuk mendukung keberlanjutan industri sawit, pemerintah tidak dapat sendiri. Perlu dukungan dari pelaku usaha dan seluruh pemangku kepentingan dalam ekosistem industri sawit nasional. "Kita tidak bisa melakukan apa-apa tanpa kerja sama seluruh pihak, termasuk lembaga sosial masyarakat," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Sistem Manajemen Investasi, Kementerian Keuangan, Ludiro, menambahkan, penyesuaian harga diperlukan karena kebutuhan dana pengembangan industri sawit turut bertambah. Karena itu, komite pengarah yang terdiri dari delapan kementerina lembaga sepakat bahwa perlu ada pengorbanan dari seluruh pelaku industri.

"Penambahan dana itu merupakan momentum untuk peningkatan layanan BPDPKS dengan tetap menjaga akuntabilitas serta transparansi pengelolaan dana perkebunan sawit," ujarnya.

Seperti diketahui, Kementerian Keuangan resmi memberlakukan pungutan ekspor progresif untuk minyak sawit (CPO) dan turunannya mulai pekan depan.

Regulasi itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 191/PMK.05/ 2020 yang merevisi PMK 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Umum Badan Pengelola Perkebunan Kelapa Sawit.

Jika dalam regulasi sebelumnya dana pungutan ekspor untuk CPO sebesar US55 dolar AS per ton untuk seluruh tingkat harga, kini besaran pungutan ditetapkan berdasarkan rentang harga yang terdiri atas beberapa tingkatan.

Berdasarkan beleid tersebut, pungutan ekspor CPO ditetapkan senilai 55 dolar AS per ton ketika harga CPO berada di harga 670 per ton atau di bawahnya. Besaran pungutan akan dinaikkan 5 dolar AS per ton untuk kenaikan pada lapisan pertama dengan rentang di atas 670 - 695 dolar AS per ton.

Selanjutnya, dana pungutan naik 15 dolar AS untuk setiap kenaikan harga CPO sebesar 25 dolar AS per ton.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement