Selasa 08 Dec 2020 14:50 WIB

Medco Energy Fokus Kembangkan EBT

Transisi energi saat ini memang bergerak ke EBT.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolandha
Medco Power, anak usaha dari Medco Energy akan memfokuskan menambah kapasitas pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT). Hal ini dilakukan perusahaan melihat potensi EBT yang besar di Indonesia.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Medco Power, anak usaha dari Medco Energy akan memfokuskan menambah kapasitas pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT). Hal ini dilakukan perusahaan melihat potensi EBT yang besar di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Medco Power, anak usaha dari Medco Energy akan memfokuskan menambah kapasitas pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT). Hal ini dilakukan perusahaan melihat potensi EBT yang besar di Indonesia.

Direktur Utama Medco Energy, Hilmi Panigoro menilai transisi energi saat ini memang bergerak ke EBT. Selain karena bahan baku yang besar di Indonesia, harga operasional yang semakin murah membuat perusahaan tetap menjalankan proyek EBT.

"Saya sudah tahu bahwa energi yang sampai ke konsumen akan berupa listrik, bagaimana di generate listriknya itulah yang menjadi tantangan, harus make sure renewbale paling basar," ujar Hilmi dalam diskusi virtual, Rabu (8/12).

Direktur Utama Medco Power, Eka Satria mentargetkan pada lima tahun kedepan kapasitas pembangkit EBT Medco Power bisa mencapai 5.000 MW. Saat ini, Medco Power sudah beroperasi di 20 lokasi di Indonesia.

Tahun ini, kata Satria perusahaan fokus untuk mengembangkan panas bumi. Saat ini perusahaan sedang merampungkan beberapa proyek PLTP di beberapa lokasi, yaitu (PLTP) Sarulla (330 MW), Riau (275 MW), Ijen Geothermal (2x55 MW). Selain PLTP, perusahaan juga mengembangkan solar PV yaitu Bali PV (2x25 MW), Sumbawa PV (26 MW), dan proyek LNG to Power di (150-300 MW).

"Unuk Ijen, kami sedang eksplorasi. Tahun depan rencananya akan mulai membangun. Juga di Riau. Selain itu, kami juga aktif mencari aset aset geothermal yang baru," ujar Satria.

Ia juga menjelaskan untuk solar PV sendiri, perusahaan membuat solar PV yang dikembangkan di lahan bekas tambang. Kapasitasnya 2x 25 MW yang direncakan COD pada Juli tahun depan. Sedangkan proyek Bali PV 2X25 MW juga ditargetkan akan COD pada akhir 2022.

Meski ada Pandemi, Satria juga menjelaskan bisnis listrik termasuk lini bisnis yang tidak terlalu terasa kontraksinya. Karena sebenarnya kebutuhan masyarakat atas listrik masih besar.

"Gimana dalam masa pandemi, kita tahu kebutuhan listrik alami kontraksi 5-8 persen. untuk kami alhamdulillah kontraksi yg kami rasakan gak terlalu besar hanya 2-3 persen, karena kami berada di yg paling atas. karena harganya sangat kompetitif jadi gak terlalu terganggu," ujar Satria.

Ke depan, hal ini juga akan lebih baik. Apalagi, pemerintah juga sedang memasifkan proyek LNG to Power. Satria menilai, segmen ini juga potensial untuk dikembangkan.

"Ke depannya kita nggak bisa hidup tanpa listrik kita percaya after covid pertumbuhan listrik akan kembali. secara history rata-rata pertumbuhan listrik kira kira 2 persen dari PE nasional. Kita percaya bisa PE 5-6 persen setelah covid, maka pertumbuhan listriknya 7-9 persen," ujar Satria.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement