Selasa 08 Dec 2020 13:45 WIB

Sri Mulyani: Pemulihan Penuh di Kuartal IV Jadi Tantangan

Untuk menjaga momentum menjadi pemulihan penuh, pemerintah lakukan berbagai upaya.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, memulihkan ekonomi secara penuh dari tekanan di tengah pandemi Covid-19 pada kuartal IV 2020 dan tahun depan masih menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Sebab, masih banyak downside risk, terutama penyebaran virus yang meningkat di dalam negeri maupun negara maju lain seperti Amerika Serikat (AS).
Foto: BNPB Indonesia
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, memulihkan ekonomi secara penuh dari tekanan di tengah pandemi Covid-19 pada kuartal IV 2020 dan tahun depan masih menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Sebab, masih banyak downside risk, terutama penyebaran virus yang meningkat di dalam negeri maupun negara maju lain seperti Amerika Serikat (AS).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, memulihkan ekonomi secara penuh dari tekanan di tengah pandemi Covid-19 pada kuartal IV 2020 dan tahun depan masih menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Sebab, masih banyak downside risk, terutama penyebaran virus yang meningkat di dalam negeri maupun negara maju lain seperti Amerika Serikat (AS).

Sri menjelaskan, kondisi perekonomian Indonesia saat ini telah mengalami pembalikan dibandingkan kuartal II yang mencatatkan kontraksi dalam di level 5,32 persen. Kuartal ketiga mengalami perbaikan, meskipun masih di zona negatif, yakni 3,49 persen.

Baca Juga

Tapi, Sri menjelaskan, tren pemulihan secara maksimal masih belum terlihat jelas. "Tidak hanya sekedar membalik, tapi menjadi full recovery. Ini adalah tantangan kita di kuartal IV dan tahun 2021," tuturnya dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa (8/12).

Sri mengatakan, tren pembalikan ekonomi Indonesia terutama dikarenakan dorongan signifikan terhadap berbagai program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pada tahun ini, pemerintah mengalokasikan anggaran hingga Rp 695,2 triliun untuk PEN dengan 6 fokus bidang, dari kesehatan hingga perlindungan sosial.

Untuk menjaga momentum pembalikan menjadi pemulihan penuh (full recovery), pemerintah melakukan berbagai kebijakan. Di antaranya, Sri menyebutkan, meneruskan sejumlah program PEN hingga tahun depan. "Dari sisi terus memperbaiki kondisi perekonomian maka APBN 2021 menjadi penting," ujarnya.

Kebijakan fiskal yang juga diteruskan adalah pelonggaran batasan defisit. Pada 2020, pemerintah menetapkan anggaran APBN berada di level 6,34 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau mencapai Rp 1.039 triliun. Sementara itu, pada 2021, target defisit adalah 5,7 persen dari PDB, sekitar Rp 1.006,37 triliun.

Sri menjelaskan, pelebaran defisit ini sebagai gambaran dari upaya pemerintah untuk tetap fokus pada penanganan pandemi serta melanjutkan berbagai pembangunan. Dampaknya, belanja tahun depan mencapai Rp 2.705 triliun dengan pendapatan yang diperkirakan Rp 1.746 triliun.

"Tahun depan, temanya di seluruh dunia untuk kebijakan fiskal dan moneter adalah jangan menarik atau mencabut kebijakan ini terlalu cepat karena ekonomi bisa jatuh lagi," ujar mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.

Beberapa kebijakan strategis pemerintah tahun depan melalui APBN meliputi bidang pendidikan dengan anggaran Rp550,5 triliun, kesehatan Rp 169,7 triliun dan perlindungan sosial Rp 421,7 triliun.

Selain itu, anggaran untuk infrastruktur Rp 413,8 triliun, ketahanan pangan Rp 104,2 triliun hingga pariwisata Rp 15,7 triliun. Terakhir, teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Rp 29,6 triliun dalam rangka menunjang kebutuhan masyarakat yang saat ini aktivitasnya bergantung pada internet.

"Prioritas dalam APBN 2021 adalah kombinasi antara tetap menjaga dan menangani pandemi namun di sisi lain mulai memulihkan ekonomi dan membangun kembali Indonesia," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement