Selasa 08 Dec 2020 13:04 WIB

Ancaman Terusir Jika Penduduk Makkah & Madinah tak Bersyukur

Berhati-hatilah dari bersikap membuat kenikmatan menjadi sebuah musibah.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Fakhruddin
Ancaman Terusir Jika Penduduk Makkah & Madinah tak Bersyukur. Gerbang Makkah berada di kawasan padat penduduk Kota Jeddah
Foto: alarabiya.net
Ancaman Terusir Jika Penduduk Makkah & Madinah tak Bersyukur. Gerbang Makkah berada di kawasan padat penduduk Kota Jeddah

IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Penduduk Arab menjadi orang yang paling beruntung di dunia di kota Mekah dan Madinah. Untuk itu bagi penduduk Makkah dan Madinah mesti banyak bersyukur Allah telah menempatkan mereka di tempat dua kota suci itu.

Jangan sampai tidak bersyukurnya penduduk Makkah dan Madinah dia menjadi orang yang terusir dari negerinya sendiri. Dalam surat Al-Anfal ayat 52-53 Allah SWT berfirman.

"Serta orang-orang yang sebelumnya, mereka mengingkari ayat-ayat Allah maka Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya siksa Allah maha kuat lagi amat keras. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."

Memaknai ayat di atas, Imam al-Ghazali berkata, "Sungguh, kenikmatan akan dirampas dari orang yang tidak menghargainya."

Kemudian dia menjelaskan pembahasan tentang hal ini dengan menyebutkan sebuah perumpamaan, "ada seorang raja yang memuliakan budaknya. Sang raja menanggalkan baju kebesarannya dan berusaha dekat dengan budaknya itu. Dia memberikan derajat sang budak di atas seluruh pegawai dan budak lainnya."

Dia memerintahkan budak tersebut untuk selalu menjaga pintu ruangan sang raja. Kemudian sang raja juga memerintahkan para arsiteknya untuk membuatkan sebuah istana budaknya tersebut, menyertakan keluarganya untuk tinggal di istana itu. "Bukan hanya itu sang raja pun memberikan tempat khusus di meja makan dan memberikannya pelayan pelayan wanita," katanya.

Sehingga, jika dia pulang dari melayani raja, dia duduk di istananya sebagai seorang raja yang terhormat, mulia dan layak dilayani. Dia bertugas melayani sang raja hanya beberapa saat saja di waktu siang, atau bahkan kurang dari itu. Jika budak tersebut melihat di sisi pintu raja ada petugas pemeliharaan hewan sedang makan roti, atau melihat seekor anjing sedang menggigit tulang, maka hal itu dapat menghambat pelayanan si budak kepada sang raja. "Dia lupa dengan kehormatan dan kemuliaan yang telah diberikan sang raja kepada dirinya," katanya.

Dia malah berusaha mendekati memelihara hewan tersebut dan mengulurkan tangannya untuk meminta sepotong roti. Atau berebuutan dengan sang anjing untuk makan-makanan tulang milik sang anjing. Dia lebih penting ikan apa yang dimakan oleh pemeliharaan hewan dan anjing tersebut.

Wajar saja jika melihat budaknya bersikap seperti itu sang raja berkata, "Orang bodoh itu tidak tahu diuntung. Dia tak menghargai kehormatan dan kemuliaan yang kuberikan kepadanya," kata Raja Murka.

Kata Raja, dia (budak itu) sudah diberi kesempatan untuk dekat denganku, dan aku pun sudah berusaha memberikan berbagai fasilitas kepadanya. Selain itu, aku telah memerintahkan kepadanya untuk mengurus harta simpanan dan bertugas mengambil pajak pajak rakyat. Sikapnya ini adalah sebuah kebodohan besar dan berasal dari orang yang tidak berpendidikan. "Ambil kembali kemuliaan yang telah diberikan kepadanya, dan usir dia dari pintu istanaku!"

Sikap seperti itu kata dia adalah seperti orang yang berilmu tetapi berpaling pada kehidupan dunia, dan seorang ahli ibadah yang telah mengikuti hawa nafsunya. Oleh karena itu Anda (penduduk Arab) mesti berusaha semampu mungkin untuk menyadari kenikmatan Allah yang telah diberikan kepada anda.

"Berhati-hatilah dari bersikap membuat kenikmatan menjadi sebuah saran, tanggung jawab menjadi sebuah musibah, kemudian menjadi kehinaan dan sikap menerima ajaran Islam menjadi sikap menghianatinya. Sungguh Allah maha pencemburu,"katanya.

Maksudnya, siapa saja yang mengenal Allah dan mengetahui betapa besar nikmat yang diberikannya, maka hendaklah dia tidak menoleh pada kehidupan duniawi. Sungguh, Allah lebih agung dari segala sesuatu. Mengingatnya lebih baik dari mengingat dan membicarakan apapun.

Kisah di atas diambil dari kita "Kaifa Tastafidumi min al-Haramain asy-Syarifain Ayyuha az-Zair wa al-Muqim Ahwal an-Nabi fi al-Hajj" karangan Abu Thalhah Muhammad Yunus Abdussttar. Dan kitab tersebut dialihbahasakan oleh  Nashiru.l Haq.Lc dan Fatkhurozi Lc dengan judul  "Haji, Jalan-jalan atau ibadah". 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement