Senin 07 Dec 2020 13:52 WIB

Kementan Luncurkan Sistem Pemantauan Luas Sawah Padi

Sistem pemantauan Luas Sawah Padi untuk dukung Kerangka Sampel Area milik BPS

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Fadjry Djufri Kabalitbang Kementan. Fadjry Djufry, mengatakan, SISCrop 1.0 merupakan pengembangan sistem informasi tanam yang sudah ada sebelumnya. Ia menjelaskan, sistem tersbut menggunakan teknologi terbaru hasil kerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.
Foto: Humas Kementan
Fadjry Djufri Kabalitbang Kementan. Fadjry Djufry, mengatakan, SISCrop 1.0 merupakan pengembangan sistem informasi tanam yang sudah ada sebelumnya. Ia menjelaskan, sistem tersbut menggunakan teknologi terbaru hasil kerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kementerian Pertanian meluncurkan Sistem Informasi Standing Crop (SISCrop) 1.0, Senin (12/7). Sistem tersebut digunakan untuk mengambil data luas tanam dan luas panen serta perkembangan fase tanam padi secara nasional menggunakan Satelit Sentinel-1.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, Fadjry Djufry, mengatakan, SISCrop 1.0 merupakan pengembangan sistem informasi tanam yang sudah ada sebelumnya. Ia menjelaskan, sistem tersebut menggunakan teknologi terbaru hasil kerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.

"Kelebihan dari Satelit Sentinel-1 adalah dalam kondisi rawan seperti musim hujan, dia tetap bisa menangkap data bumi kita lebih bagus karena menggunakan teknologi radar, berbeda dengan Sentinel-2 yang memakai optik yang hasilnya saat kondisi rawan kurang bagus," kata Fajdry di Kantor Pusat Balibangtan, Bogor, Senin (7/12).

Ia menjelaskan, SISCrop 1.0 nantinya akan mendukung data Kerangka Sampel Area (KSA) yang digunakan BPS dalam memproduksi data luas tanam, luas panen, serta produktivitas dan produksi beras. Peluncuran sistem itu, kata dia, bukan untuk mempertentangkan data dengan BPS.

Fajdry menjelaskan, data SISCrop 1.0 diyakini akan membantu karena menangkap data di seluruh Indonesia. Sebab, sistem tersebut berbeda dengan KSA yang menggunakan data sampel 10 persen dari total luas di setiap provinsi.

"Fungsinya sama tapi meterologinya berbeda. Kalau kita bisa potret semuanya nanti akan terlihat akurasinya dan ini akan mendukung BPS karena wali data tetap di BPS," ujarnya.

Sejauh ini, kata Fajdry, SISCrop baru mendapatkan data untuk wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Adapun akurasi untuk data luas tanam dan luas panen sudah di atas 90 persen sedangkan data produktivitas baru sekitar 82 persen.

Menurutnya, SISCrop 1.0 dapat mengetahui detail fase pertumbuhan padi, luas tanam, luas panen, produktivitas, dan indeks pertanaman secara real time. "Di masa mendatang sistem informasi semacam ini diharapkan dapat dikembangkan untuk monitoring komoditas pertanian lainnya," kata dia.

Dari data-data yang diperoleh dari sistem tersebut, ia mengatakan SisCrop 1.0 akan membantu pemerintah dan petugas lapangan dalam sejumlah perencanaan budidaya tanam. Dimulai dari efisiensi pupuk, pestisida, dan air. Selain itu, pemilihan jenis tanaman akan dapat lebih tepat karena data memberikan informasi secara spasial.

Efektivitas dalam mobilisiasi alat dan mesin pertanian juga lebih terarah. Manfaat lain yang diperoleh juga identifikasi wilayah surplus dapat lebih cepat sehingga antisipasi wilayah minus bisa dilakukan secara tepat.

Ditargetkan, paling lambat pertengahan 2021 dari seluruh provinsi sudah diperoleh data dengan akurasi di atas 90 persen. "Seluruh tim bekerja seluruh Indonesia memang baru tiga wilayah yang sudah kita verifikasi dan paling lambat pertengahan tahun depan kita sudah bisa cover seluruh Indonesia," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement