Sabtu 05 Dec 2020 14:50 WIB

Mengapa Kita Harus Menulis?

Menulis akan memberi banyak keuntungan dan manfaat

Menulis/Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Menulis/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Sofiah Balfas, Direktur di Bukaka

Sejak kecil saya sering melihat ayah saya mengisi waktunya untuk membaca buku-buku, koran atau majalah. Beliau berlangganan koran harian dan majalah mingguan. Ketika koran atau majalah datang, terlihat pancaran kegembiraan di wajahnya dan tentunya hari itu beliau akan menghabiskan waktunya untuk membaca sepulang kerjanya.

Ada kebiasaan menarik yang dilakukannya, setelah beliau membaca artikel atau buku yang kontennya menarik, beliau akan membuka buku agendanya kemudian menulis kembali apa yang dibacanya tanpa melihat artikel itu. Saya sering membuka agenda ayah saya itu untuk membaca apa yang beliau tulis, ternyata luar biasa apa yang beliau tulis, dengan gaya bahasanya sendiri (tanpa menyontek gaya bahasa penulis), sangatlah menarik untuk dibaca dan mudah dimengerti.

Dari sinilah saya menjadi tertarik untuk membaca buku. 

Dengan tabungan yang terbatas, saya mulai membeli buku-buku dan membacanya sejak umur 10 tahun. Setelah rajin membaca buku selama dua tahun, entah kenapa kebiasaan ayah saya untuk menulis setelah membaca satu artikel atau buku ini, akhirnya menjadi  kebiasaan saya juga.

Saya lakukan menulis setiap selesai saya membaca satu buku atau artikel yang sangat menarik buat saya. Kebiasaan membaca dan menulis ini, sempat menurun beberapa tahun karena kesibukan saya yang sangat tinggi, baik kesibukan pekerjaan dan juga kesibukan keluarga. Walaupun sibuk, kebiasaan membaca tetap saya lakukan, minimal 1 buku dalam 1 bulan. 

Sering kali saya membeli buku, apabila saya ke luar negeri, saya selalu menyempatkan waktu mencari buku-buku di toko buku yang ada di airport. Saya akan senang sekali ketika memasuki toko buku, apalagi kalau saya dapatkan buku yang saya cari. 

Pada April 2019, saya mulai menulis artikel sederhana dan saya simpan di notebook saya dan juga mulai saya share di Facebook, ternyata banyak orang yang mendapat manfaat dari tulisan sederhana saya ini.

Bulan Mei tahun 2020 saya beranikan mengirim artikel saya ke salah satu koran  dan mendapat respons yang sangat baik dari pembacanya, dari sini saya berniat ingin sekali untuk dapat menulis secara baik, apalagi bisa menulis buku.

Tujuan  utama saya menulis adalah untuk membagi pengalaman hidup saya, dengan harapan bermanfaat untuk banyak orang. Saat itu saya bingung harus mulai dari mana dan apa yang harus saya kerjakan, sampai akhirnya saya menemukan informasi training menjadi penulis buku dengan judul yang sangat menarik sekali, “Menulis Semudah Tersenyum”, pada saat itu saya berpikir apakah bisa menulis semudah tersenyum? sempat terpikir dalam benak saya “ah, bohong saja kali, namanya juga iklan”, karena buat saya pada saat itu, untuk menulis 1 halaman saja membutuhkan waktu yang lama. 

Dengan dorongan ingin bisa menulis, akhirnya saya mendaftar training menulis ini yang diadakan secara online, waktunya malam hari dan berdurasi 3 jam. Ketika akan memulai mengikuti training ini, terus terang saya malas sekali karena saat itu begitu banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan dan lelah sekali setelah seharian bekerja.

Dengan sedikit keterpaksaan, saya ikut training ini dan saya kaget sekali ternyata training ini bukan untuk satu kali pertemuan saja, tapi training ini adalah training yang dilakukan selama dua bulan dan diadakan satu kali pertemuan setiap minggunya. Tidak hanya itu, ada hal yang mengagetkan hampir semua peserta, ternyata semua peserta ditargetkan untuk menyelesaikan satu buku selama dua bulan itu.

Pada saat itu saya merasa saya tidak mungkin bisa, sehingga saya tidak ingin mengikuti kelas-kelas berikutnya karena keterbatasan waktu saya. Peserta harus menyelesaikan tugas yang diberikan gurunya, di mana harus menyetor 16 halaman per minggu yang disetor setiap 4 halaman di hari selasa, rabu, kamis, dan jumat sebelum jam 8 pagi. Ini bukan hal mudah buat saya.

Ada hal yang penting yang mendorong saya untuk tetap melanjutkan training ini, yaitu pada sesi dimana pembicaraannya adalah seorang profesor yang ahli dalam menulis, ia menyampaikan pelajarannya selalu dengan senyum dan beliau memberi pesan bahwa agar sukses menulis, niatkan tulisan anda itu karena Allah, agar tulisan itu bermanfaat bagi banyak orang dan yang paling menyentuh,  beliau sampaikan “Niatkan sebagai amal jariah, sehingga walaupun kita sudah tidak ada, tapi sepanjang buku itu dibaca orang lain dan bermanfaat bagi pembacanya maka pahalanya mengalir terus”.

Pesan ini buat saya merupakan amunisi yang sangat kuat yang membuat saya berani untuk maju terus untuk berjuang meneruskan training ini. 

Saya mulai meneruskan untuk menulis buku dengan keterbatasan waktu sehingga konsekuensinya saya harus beres mereschedule ulang semua pekerjaan yang saya lakukan mulai dari bangun tidur sampai malam hari. Saya  terpaksa harus mengurangi waktu tidur, waktu olahraga dan bahkan saya harus mengurangi juga waktu interaksi saya dengan keluarga, ini memang betul-betul perjuangan bagi saya. 

Singkatnya alhamdulillah minggu ini adalah tepat tiga minggu saya harus menyetor tulisan saya sebanyak 48 halaman dan alhamdulillah saya bisa menyelesaikannya hari ini sebanyak 49 halaman. Melihat kesibukan saya yang padat, banyak orang bertanya “Kapan kamu menulisnya?” Jawabannya adalah “Menulis harus dijadikan salah satu prioritas dalam keseharian kita”.

Sampai saat ini saya juga masih khawatir apakah saya bisa menyelesaikan sampai 96 halaman yang memang ditentukan dari awal ada training ini. Hal penting yang ingin saya sampaikan dalam  ini adalah apa yang kita dapatkan dari menulis? mengapa kita harus menulis? Banyak hal menarik yang saya dapatkan selama saya di paksa untuk menulis.

Pertama, menulis akan memberi keuntungan yang sangat bermanfaat, yaitu menulis akan mengikat ilmu yang sudah kita pelajari.  Banyak orang yang telah mempelajari atau membaca sesuatu yang sangat bermanfaat, tapi setelah itu tulisan itu menghilang dari benak kita karena kita tidak pernah menulis apa yang kita baca. Imam Syafi’i mengatakan: “Ikatlah ilmu dengan menulis karena ilmu yang ditulis akan tetap tersimpan di atas keterbatasan daya ingat manusia”.

 Kedua, menulis adalah suatu dorongan yang kuat untuk memaksa kita untuk membaca sebanyak mungkin, karena suksesnya tulisan kita adalah menggambarkan berapa banyak literatur yang kita baca. Semakin banyak yang membaca maka semakin memudahkan kita dalam menulis dan tulisan itu semakin menarik buat pembacanya. Selama saya menulis ini, hampir setiap hari saya terus membeli buku karena rasanya literatur yang saya miliki belum cukup. Mendapatkan buku literatur yang pas buat tulisan kita,  adalah merupakan suatu kebahagiaan yang tidak ternilai.

Ketiga, dengan menulis maka akan meningkatkan kemampuan saya dalam menyampaikan pendapat. Menurut Joel Falconer, editor terkenal, mengatakan bahwa menulis meningkatkan skill komunikasi seseorang, menurutnya apabila seseorang mempunyai masalah atau kesulitan dalam komunikasi, maka menulis secara reguler akan memudahkan kita untuk menyusun kata kata dengan cepat, sehingga tujuan kita terhadap sesuatu dapat disampaikan dengan bijak. Hal inilah yang sekarang bisa menjawab pertanyaan saya selama ini “Mengapa ayah saya dapat menyampaikan pendapatnya kepada siapa pun secara bijaksana sehingga semua orang dapat merespon dengan baik dan tidak itu saja, mengapa ayah saya juga dapat memberikan ceramahnya lebih dari 1 jam, tanpa teks dan semua pendengarnya tetap setia fokus mendengar”.

Keempat, menulis memaksa kita untuk mengerti apa yang kita tulis. Ternyata proses menulis melalui 2 tahap : kita harus menulis untuk diri kita dahulu, setelah kita mengerti apa yang kita tulis, barulah kita bisa menulis untuk orang lain.

Kelima, semakin lama menulis, semakin banyak yang ingin kita  tulis, hal ini mendorong saya lebih banyak mencari sumber tulisan,  sehingga saya disibukkan dengan hal yang berharga, tidak ada waktu untuk melakukan yang tidak ada gunanya. 

Melihat kondisi generasi kita sekarang yang lebih memilih gadget dibandingkan membaca buku, saya pikir ide “dipaksa menulis “ adalah cara ampuh untuk merubah habit pada generasi muda kita sekarang yang sudah tidak tertarik untuk membaca, apalagi menulis. Program menulis harus di masukkan dalam kurikulum sekolah, mulai dari SD sampai perguruan tinggi. Hal ini bisa dilakukan dengan cara sekolah mengharuskan muridnya membaca minimal 1 buku dalam 1 bulan dan menulisnya dengan bahasa mereka sendiri. Semoga tulisan saya ini memberikan manfaat dan menjadikan banyak penulis penulis muda Indonesia yang hebat dan mengukir tulisannya di dunia internasional. Mari menulis untuk Indonesia hebat.

 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement