Jumat 04 Dec 2020 20:00 WIB

KPK Tahan Direktur Teknik Garuda Indonesia

Penyidik KPK melakukan penahanan di Rumah Tahanan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur. 

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Mantan Direktur Teknik dan Pengelola Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Hadinoto Soedigno (kiri) berjalan menuju mobil tahanan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Jumat (4/12/2020). KPK menahan tersangka Hadinoto Soedigno untuk kepentingan penyidikan perkara dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada Garuda Indonesia serta tindak pidana pencucian uang.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Mantan Direktur Teknik dan Pengelola Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Hadinoto Soedigno (kiri) berjalan menuju mobil tahanan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Jumat (4/12/2020). KPK menahan tersangka Hadinoto Soedigno untuk kepentingan penyidikan perkara dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada Garuda Indonesia serta tindak pidana pencucian uang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tersangka perkara korupsi di tubuh PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno (HDS). KPK menetapkan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia 2007-2012 itu sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Untuk kepentingan penyidikan perkara baik tindak pidana korupsi maupun TPPU, penyidik KPK melakukan penahanan di Rumah Tahanan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur untuk 20 hari sampai dengan 23 Desember 2020," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (4/12).

Dia mengatakan, KPK menemukan adanya perbuatan HDS menempatkan, mentransfer, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atas uang suap yang sebelumnya telah diterima oleh tersangka. Dia melanjutkan, uang tersebut selanjutnya diduga ditarik tunai dan di kirimkan ke rekening-rekening lainnya antara lain anak dan istrinya serta termasuk rekening investasi di Singapura.

Karyoto menjelaskan, perbuatan tersangka HDS diduga dilakukan dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang suap tersebut. Hal itu dilakukan guna menghindari pengawasan dari otoritas berwenang baik yang ada di Indonesia maupun di Singapura.

Tersangka HDS diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan diduga melanggar pasal 3 dan atau pasal 4 dan atau pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Karyoto mengatakan, KPK juga bekerja sama dengan beberapa institusi penegak hukum yang ada di luar dan dalam negeri dalam penanganan kasus ini. "KPK khususnya berkeja dengan CPIB Singapura, SFO Inggris dan PNF Perancis," ujarnya.

Sebelumnya, HDS bukan satu-satunya tersangka dalam skandal suap pembelian mesin dan pesawat di Garuda Indonesia. KPK juga menetapkan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Direktur PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo dalam kasus serupa.

HDS disebut-sebut telah menerima uang dari Soetikno senilai 2,3 juta dolar AS, dan 477 ribu euro. Jika ditotal uang tersebut, setara Rp 40 miliar dan dikirim lewat transfer di Singapura.

Uang tersebut diduga terkait suap untuk memuluskan empat proyek pengadaan pesawat tahun anggaran 2008 - 2013 dari perusahaan Rolls Royce. Pembelian pesawat PT Garuda Indonesia dari Roll Royce dan Airbus itu pengadaannya dilakukan melalui PT MRA.

Empat proyek tersebut adalah kontrak pembelian pesawat Trent seri 700 dan perawatan mesin dengan perusahaan Rolls-Royce. Kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S.

Kemudian, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) dan Kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.

Selain memberikan suap kepada Hadinoto, Soetikno juga memberikan suap senilai 1,2 juta dolar AS dan 180 ribu dolar AS kepada Emirsyah. Uang itu diberikan terkait dengan pengadaan mesin A330-300.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement