Jumat 04 Dec 2020 17:25 WIB

Konversi ke BBG, Pemerintah akan Manfaatkan LNG Berlebih

Instrumen transportasi umum dan angkutan Pertamina jadi target konversi ke BBG

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas melakukan pengisian BBG ke kendaraan umum di Mobile Refueling Unit (MRU) SPBG Monas, Jakarta, Ahad (20/8).
Foto: Republika/ Wihdan
Petugas melakukan pengisian BBG ke kendaraan umum di Mobile Refueling Unit (MRU) SPBG Monas, Jakarta, Ahad (20/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan kembali mengandalkan trasnportasi sebagai salah satu konsumen utama gas domestik. Gas untuk transportasi kembali akan menjadi salah satu solusi mengurangi impor BBM. 

Selain itu langkah untuk kembali menghidupkan program konversi BBM ke Bahan Bakar Gas (BBG), baik itu dalam bentuk LNG atau CNG didukung potensi surplus gas akibat Uncommitted LNG yang seharusnya di ekspor.

Nanang Untung, Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Tata Kelola Migas Kementerian ESDM, mengungkapkan transportasi Indonesia merupakan pasar potensial bagi gas. Pemerintah akan merevitaliasi program konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG) di sektor transportasi yang sudah pernah dilakukan, namun tidak cukup sukses lantaran belum adanya kepastian pasokan gas.

“Ini akan direvitalisasi, karena pasarnya besar, ada 11,3 juta bus dan truk, 17 juta mobil, serta 31,3 ribu kapal,” kata Nanang, Jumat (4/12).

Salah satu instrumen dalam merevitalisasi itu adalah armada angkutan PT Pertamina (Persero) dan angkutan umum di Jabodetabek ditargetkan dapat dikonversi ke BBG serta dengan memaksimalkan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG).

“Pada 2021, Pertamina mulai konversi angkutannya, dan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk angkutan umum. Kalau Pertamina konvert bahan bakar kapal dari mminyak ke gas,” ungkap Nanang

Berikutnya, konversi akan diperluas ke armada angkutan seluruh BUMN, pelabuhan, pertambangan, dan angkutan dalam pabrik dalam kurun waktu 2022 hingga 2024. Perluasan akan terus dilakukan hingga mencakup wilayah tertentu untuk transportasi darat serta penggunaan gas oleh seluruh kapal komersial di tanah air pada 2025-2030. 

Berdasarkan kalkulasi Kementerian ada tiga skenario gas yang bisa terserap. Untuk transportasi darat dalam skenario optimistis gas yang terserap sebesar 25 juta kaki kubik per hari (MMscfd). Sementara laut 12 MMscfd. Kemudian skenario berikutnya jika ekspansi dilakukan secara agresif maka potensi serapan gas oleh transportasi darat bisa mencapai 129 MMscfd dan transportasi laut 128 MMscfd.

Lalu potensi serapan gas jika ekspansi dilakukan dengan skala nasional transportasi darat bisa menyerap hingga 259 MMscfd gas dan transportasi laut sebesar 399 MMscfd. Nanang menuturkan untuk memastikan program ini berjalan, maka integrasi infrastruktur gas dan perbaikan regulasi jad syarat utama sudah disadari dan akan disiapkan oleh pemerintah. 

“Kami juga akan sesuai harga gas dan insentif fiskal, sehingga perusahaan yang mau jalankan ini dapat economic return,” kata Nanang.

Upaya lain untuk menduku pengembangan LNG, lanjut Nanang, adalah pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi LNG. Selain itu, pemerintah akan memastikan revisi Undang-Undang Migas mengakomodasi aspirasi investor sehingga tertarik untuk berinvestasi di Indonesia.“Pemerintah akan terus perbaiki regulasi untuk dukung pengembangan gas dan LNG,” kata Nanang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement