Sabtu 05 Dec 2020 21:37 WIB

Diberi Rp60 juta, Warga Australia Tetap Tak Mau Jadi Petani

Sudah Ada Insentif Rp60 juta, Warga Australia Tetap Tak Mau Kerja di Pertanian

Red:

Upaya mendorong warga Australia yang kehilangan pekerjaan karena pandemi virus corona untuk bekerja di pertanian tampaknya gagal.

Padahal Pemerintah Australia sudah memberikan insentif berupa tunjangan uang tunai untuk membantu menutupi biaya pindah dan akomodasi ke kawasan pedalaman Australia.

Industri hortikultura di Australia diperkirakan akan mengalami kekurangan 26.000 pemetik buah dan sayuran pada musim panen ini, akibat penutupan perbatasan internasional dan membuat pemegang Work and Holiday Visa (WHV) tidak bisa masuk.

Menurut angka dari Departemen Ketenagakerjaan Federal, program yang menawarkan insentif untuk warga Australia pindah ke pedalaman di musim panen hanya menarik 148 pekerja.

Paket bernama 'Relocation Assistance to Take Up a Job program' menawarkan uang tunai senilai A$6.000, atau lebih dari Rp60 juta, untuk menutupi biaya hidup seperti transportasi, akomodasi, dan seragam, dengan syarat kerja selama enam minggu.

"Jumlah yang mendaftar tidak mengejutkan," kata Tyson Cattle dari organisasi AusVeg.

"Kami mendukung inisiatif semacam itu dan selalu mengutamakan orang Australia, tetapi usaha menarik mereka tampaknya tidak berhasil."

 

Program serupa juga pernah dilakukan di Queensland, yang menawarkan warga untuk mau bekerja di kawasan pedalaman di negara bagian tersebut dengan tunjungan uang tunai hingga A$1.500, atau lebih dari Rp15 juta dan hanya satu pelamar yang sukses dalam dua bulan terakhir, sementara 30 orang lainnya masih dalam proses melamar.

Menteri Pertanian Queensland, Mark Furner mengatakan program yang awalnya diumumkan sebagai uji coba untuk dua wilayah di tenggara negara bagian Queensland tersebut akan diperpanjang.

"Kami senang dengan tahap awal skema insentif dan sekarang kami membuatnya tersedia untuk seluruh negara bagian," kata Mark.

Kurangnya pekerja Australia serta pekerja internasional membuat para petani apel Queensland, seperti Granite Belt dan petani stroberi Nathan Baronio khawatir.

"Sayangnya kami belum melihat banyak orang yang memanfaatkan skema saat ini," katanya.

"Dalam waktu sekitar 10 hari kami akan membutuhkan 60 hingga 70 pekerja tambahan dan sepertinya ini akan sulit tercapai."

"Kami sudah melihatnya sejak bulan Oktober, tetapi ketika tidak memiliki karyawan, panen bisa ditinggalkan."

"Kami meninggalkan enam setengah hektar stroberi. Hal itu mengakibatkan kerugian panen sekitar A$500.000 hingga A$600.000," ujarnya.

 

Mimpi buruk birokrasi bagi petani

Lee Fox, seorang petani gandum di wilayah Wimmera, Victoria, baru-baru ini menandatangani skema bantuan untuk mendapat pekerja yang mau pindah.

Namun, ia mengatakan butuh waktu sebulan untuk mengatur dokumen dengan departemen pemerintah terkait dan penyedia layanan tenaga kerja. Masalah yang sama dialami petani yang tiba-tiba membutuhkan pekerja lepas, karena tergantung kapan tanaman siap dipanen.

"Saya sangat ragu banyak petani yang memiliki akses ke skema ini, karena dokumen dan waktu yang dibutuhkan untuk mencari tahu informasi ini sangat melelahkan," katanya.

"Kami kekurangan tenaga kerja, tapi kami tidak punya waktu untuk menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk melakukannya."

 

Terlepas dari mimpi buruk birokrasi, pekerja yang dipekerjakan Lee, bernama Wayne Russel, mengatakan uang menjadi alasannya untuk pindah dari kota Melbourne ke kawasan Wimmera.

"Tunjangan itu akan mencakup pembelian bensin, dan pakaian kerja, tetapi biaya terbesarnya dihabiskan untuk akomodasi, yang bagi saya sekitar A$4.500 [atau lebih dari Rp45 juta]. Saya sangat berterima kasih untuk itu," katanya.

Wayne kehilangan pekerjaannya sebagai pilot Qantas A380 karena pandemi COVID-19 yang menghentikan perjalanan internasional.

Menteri Pertanian Australia, David Littleproud mengatakan insentif berupa tunjangan tunai untuk pekerja Australia hanyalah satu bagian dari solusi keseluruhan untuk mendapatkan tenaga kerja di pedesaan.

Ia mengatakan tiap-tiap negara bagian harus difokuskan untuk mengizinkan lebih banyak dari negara-negara Pasifik untuk membantu mengisi kesenjangan tenaga kerja.

Australia Barat lebih sukses dengan program insentifnya sendiri, yakni 'Primary Industries Workers' Regional Travel and Support Scheme', yang memungkinkan pekerja yang bekerja di pedalaman mendapat pengurangan biaya hingga A$40, atau lebih dari Rp400 ribu, per malam dan tunjangan perjalanan hingga A$500 atau lebih dari Rp5 juta.

 

Berharap jadi solusi untuk jangka panjang

Sebelum pandemi COVID-19, upaya untuk membuat warga Australia yang tidak bekerja untuk mau bekerja di pertanian melalui pemberian uang intensif tunai sering gagal.

Percobaan program 'Seasonal Work Incentives Trial' senilai A$27,5 juta, yang menawarkan warga Australia mendapat bantuan kesejahteraan tambahan hingga A$5.000, atau lebih dari Rp50 juta, per tahun untuk memetik tanaman, hanya menarik kurang dari 500 orang yang melamar dari 7.500 posisi.

Menteri pertanian Victoria dan Australia Barat telah melobi Pemerintah Australia di pusat agar warga yang telah menerima tunjangan 'JobSeeker' semasa pandemi, bisa tetap mendapatkannya, meski mereka harus bekerja di pertanian dengan upah lebih rendah dari ketentuan tunjangan.

Menteri Pertanian Australia Barat, Alannah MacTiernan mengatakan ia yakin akan membantu menyelesaikan krisis kekurangan tenaga saat panen, tetapi mereka masih merasa frustrasi karena Pemerintah Federal belum mempertimbangkan proposal tersebut.

Kami pikir tidak akan memerlukan biaya tambahan, dan jika kami tidak melakukannya, kami tidak akan mendapat orang yang bisa melakukannya "kata Alannah.

"Siapa tahu, mungkin pada akhirnya orang akan terinspirasi. Ini mungkin jadi alternatif jangka panjang [untuk masalah kekurangan tenaga kerja pertanian]."

Artikel ini dirangkum dan disadur oleh Erwin Renaldi dari laporannya dalam bahasa Inggris yang bisa dibaca di sini.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement