Jumat 04 Dec 2020 08:03 WIB

Pengusaha Minta Kebijakan Truk Obesitas Ditunda

Pandemi membuat perusahaan kesulitan menyediakan truk untuk logistik.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
 Pengusaha meminta pemerintah dapat menunda penerapan kebijakan truk obesitas atau kendaraan bermuatan dan berdimensi lebih.
Foto: Bowo Pribadi.
Pengusaha meminta pemerintah dapat menunda penerapan kebijakan truk obesitas atau kendaraan bermuatan dan berdimensi lebih.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha meminta pemerintah dapat menunda penerapan kebijakan truk obesitas atau kendaraan bermuatan dan berdimensi lebih. Rencananya, pemerintah akan menetapkan pelarangan angkutan mobil barang yang kelebihan muatan dan dimensi sesuai Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 21 Tahun 2019 mengenai Pengawasan terhadap Mobil Barang atas Pelanggaran Muatan Lebih atau Pelanggaran Ukuran Lebih pada 2023.

“Para pelaku usaha meminta agar kebijakan ini ditunda lagi pelaksanaannya hingga 2025 mendatang,” kata Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Widodo Santoso dalam diskusi virtual, Kamis (3/12).

Dia menuturkan, dengan terjadinya pandemi Covid-19 maka industri memerlukan tenggat waktu dan investasi besar. Khususnya untuk mempersiapkan jenis-jenis truk angkutan baru kebutuhan logistik.

Widodo mengatakan, penerapan zero over dimension dan over load (ODOL) akan sulit dilaksanakan pada 2023. Dia menilai, selama pandemi Covid-19 membuat perekonomian Indonesia mundur dalam 1,5 tahun ini.

 

“Termasuk pabrik semen, saat ini mengalami kelebihan pasokan produksi sekitar 35 persen. Kami sudah sangat terpuruk karenanya kami usul kalau bisa kebijakan zero ODOL ini diundur hingga Januari 2025,” ungkap Widodo.

Terlebih, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan ekonomi Indonesia hingga akhir 2020 berada di kisaran minus 1,1 hingga 0,2 persen. Widodo menilai, pemulihan ekonomi masih akan sangat tergantung pada keberhasilan penanganan Covid-19.

Widodo mengatakan jika kebijakan pelarangan kendaraan bermuatan dan berdimensi lebih diterapkan pada 2023 akan menyebabkan kontraproduktif dengan rencana pemerintah. Khususnya untuk menurunkan biaya logistik menjadi 17 persen dari PDB. Saat ini biaya logistik di Indonesia masih mencapai 24 persen dari PDB.

Dia menuturkan tidak memungkinkan saat industri tengah terpuruk masih dibebani dengan kebijakan zero ODOL yang harus menyediakan investasi untuk membeli ribuan truk baru.

“Siapa yang mau investasi dalam masa pandemi seperti ini?” tutur Widodo.

Meskipun begitu, Widodo menegaskan permintaan penundaan tersebut bukan berarti tidak mendukung kebijakan zero ODOL. Dia menuturkan, pengusaha hanya meminta untuk penundaan waktu hingga industri betul-betul bangkit kembali setelah pandemi berakhir.

“Kami juga berharap kebijakan zero ODOL ini dibuat betul-betul komprehensif, sehingga kita bisa melakukan kegiatan dengan baik dan efisien,” tutur Widodo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement