Jumat 04 Dec 2020 06:40 WIB

Empat PR Pelik Soal Sekolah Tatap Muka

IDAI paparkan PR yang harus diselesaikan sebelum menyelenggarakan sekolah tatap muka.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Sejumlah siswa mengikuti pelajaran tatap muka di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Mujahidin Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Selasa (10/11/2020). Sekolah tersebut mulai menerapkan pelajaran tatap muka selain belajar daring dengan membuat bilik transparan di setiap meja, membatasi jumlah siswa di dalam kelas dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Foto: Antara/Adiwinata Solihin
Sejumlah siswa mengikuti pelajaran tatap muka di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Mujahidin Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Selasa (10/11/2020). Sekolah tersebut mulai menerapkan pelajaran tatap muka selain belajar daring dengan membuat bilik transparan di setiap meja, membatasi jumlah siswa di dalam kelas dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembelajaran tatap muka di masa pandemi memiliki risiko yang tinggi terhadap terjadinya lonjakan kasus Covid-19. Oleh karena itu, perhitungan dan persiapan yang matang perlu dilakukan sebelum sistem pembelajraan ini kembali diberlakukan.

Dalam Seminar Media Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Ketua Pengurus Besar IDAI Dr dr Aman B Pulungan SpA(K) FAAP FRCPI (Hon) menyoroti empat "PR" penting yang perlu diperhatikan sebelum penyelenggaraan pembelajaran tatap muka. Berikut ini adalah keempat poin tersebut:

Baca Juga

Tes PCR

Menurut dr Aman, penting untuk melakukan tes PCR pada semua anak yang akan kembali bersekolah tatap muka. Hal ini untuk memastikan bahwa anak-anak yang datang ke sekolah telah terkonfirmasi negatif dari Covid-19.

"Bukan rapid test atau tes antigen, tapi PCR," tutur dr Aman.

Tes PCR merupakan standar emas dalam pengetesan Covid-19. Berbeda dengan tes antibodi dan tes antigen, tes PCR bisa digunakan untuk menegakkan diagnosis Covid-19.

Pengetesan ini menjadi penting mengingat adanya kasus Covid-19 tak bergejala pada kelompok anak. Pasien Covid-19 anak, bergejala atau tidak, tetap dapat menularkan orang di sekitarnya.

"Anak (yang terkena Covid-19) tidak bergejala atau bergejala dapat menjadi sumber penularan Covid-19 kepada orang di sekitarnya," pungkas dr Aman.

 

Piloting

Sebelum kegiatan pembelajaran tatap muka dilakukan, penting untuk melakukan uji coba atau piloting terlebih dahulu. Piloting ini bermanfaat dalam menilai kesiapan dan kepatuhan dari semua pihak yang terlibat dalam menyelenggarakan pembelajaran tatap muka.

"Lihat juga kepatuhan, yang pertama guru dan pegawai (sekolah), kepatuhan semuaya, setelah itu baru murid," kata dr Aman.

Australia merupakan salah satu negara yang melakukan piloting terlebih dahulu sebelum membuka kembali sekolah untuk pembelajaran tatap muka. Dalam piloting ini, ada 15 sekolah terpilih yang diedukasi dan dipersiapkan terlebih dahulu sebelum kegiatan belajar-mengajar di sekolah kembali dilakukan.

"Dalam perjalanannya, dinilai satu bulan," ungkap dr Aman.

Penilaian libatkan semua pihak

Penilaian mengenai kesiapan tiap daerah untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka dinilai perlu melibatkan berbagai pihak lokal. Misalnya, Satgas Covid-19, Dinas Kesehatan, hingga organisasi profesional, seperti IDAI atau Ikatan Dokter Indonesia (IDI), yang ada di daerah setempat.

"Harus kita lakukan ini. Misalnya dinilai mampu laksana. Atau kalau dinilai ini tidak mampu laksana, jangan lakukan (pembelajaran tatap muka)," kata dr Aman.

Fasilitas sekolah

Sekolah juga perlu mempersiapkan diri dengan berbagai sarana yang dibutuhkan di masa pandemi Covid-19. Misalnya, memastikan ventilasi udara gedung sekolah baik, memiliki thermo gun atau alat pengukur suhu tubuh lain, hingga oksimetri.

Selain itu, sekolah juga perlu mempersiapkan mitigasi pertama yang bisa dilakukan bila ada murid yang sakit. Salah satunya dengan mengadakan dan mengoptimalkan fasilitas Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

"Pastikan di sekolah ada UKS yang ada tenaga medisnya, yang berfokus pada pencegahan infeksi, pengenalan tanda dan gejala sakit yang memerlukan rujukan, serta penetapan alur rujukan yang memadai," ujar dr Aman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement