Jumat 04 Dec 2020 06:05 WIB

Tahun Depan, Jabar Berpotensi Alami Krisis Pangan

Emil berharap semua pihak bersemangat menjadikan sektor pangan sebagai ekonomi baru.

Rep: arie lukihardianti/ Red: Hiru Muhammad
Petani memanen padi di kawasan pertanian Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (25/11/2020). Pemerintah mendorong peningkatan sektor pangan dan pertanian untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional (PEN) karena menjadi sektor yang tetap tumbuh positif meski dalam kondisi pandemi COVID-19.
Foto: Yulius Satria Wijaya/ANTARA
Petani memanen padi di kawasan pertanian Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (25/11/2020). Pemerintah mendorong peningkatan sektor pangan dan pertanian untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional (PEN) karena menjadi sektor yang tetap tumbuh positif meski dalam kondisi pandemi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan terdapat potensi krisis pangan di Jawa Barat pada tahun 2021 nanti. Khususnya, mengenai komoditas beras yang diprediksi akan langka. 

Menurut Ridwan Kamil, hal itu bisa terjadi kalau sejumlah negara yang sejauh ini mengimpor beras lebih fokus untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. "Itu dengan asumsi jika negara negara yang biasa mengekspor beras seperti Vietnam, Thailand itu di semester dua menyetop untuk kepentingan dalam negerinya," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil di acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2020 Provinsi Jabar, Kamis (3/12).

Mengingat adanya potensi krisis untuk komoditas karbohidrat ini, Emil berharap, semua pihak bersemangat menjadikan sektor pangan sebagai ekonomi baru. Dengan begitu, isu mengenai kelangkaan beras yang diprediksi akan terjadi pada tahun depan akan teratasi. "Itulah kenapa saya mengajak orang kota kembali ke desa, tanahnya kita siapkan yang penting mereka mau berwiraswasta di tanah yang kita atur," katanya.

Emil mengaku, akan mewaspadai kondisi krisis pangan terjadi di Jawa Barat. Karena itu, pihaknya akan menggelar West Java Invesment Summit (WJIS) di bidang pertanian pada 10 Desember ini. 

"Maksudnya untuk mengantisipasi itu," katanya. 

Hal lainnya, sejumlah upaya akan dilakukan termasuk menggandeng 20 perusahaan off taker yang akan membeli produk pertanian yang dihasilkan oleh masyarkat. Dengan demikian, maka masyarakat tidak akan kesulitan menjual  komoditas pertanian tatkala musim panen tiba.  "Untuk memastikan tidak ada lagi orang bingung menanam apa, menjual ke mana , sehingga terjadi produksi yang dibuang karena tidak kesinkronan sistem," katanya.  

Menurut Emil, sebanyak 20 off taker itu pun akan menjadi mentor kepada masyarkat yang menanam produk pertanian, baik itu secara individu maupun kelompok. Sehingga, setiap kali bercocok tanam dapat sesuai dengan kebutuhan pasar. "Yang nantinya kita arahkan untuk kebutuhan krisis pangan tadi," kata Emil.

Terkait kondisi ekonomi Jabar, Emil mengatakan hingga saat ini masih terjaga dengan baik. Kemudian, pihaknya juga mendukung ekspor. "Kita juga juara satu yaitu di bidang manufaktur elektronik, textile pengolahan dan lain lain," katanya.

Selain itu, kata dia, Jawa barat berkomitmen dalam sisi investasi , rebana sudah dirilis kemudian juga Patimban akan diresmikan oleh Presiden maka kalau ini berhasil penguatan jutaan lapangan kerja juga bisa dihadirkan di Jabar. "Tadi diakhiri oleh komitmen digitalisasi dari semua aspek ekonomi , dari mulai cara pembayaran, pembiayaan , perdagangan , desa digital, pesantren digital itu adalah keharusan. Kalau kita mau menangkan situasi ekonomi pasca covid-19," katanya.

Di tempat yang sama, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat, Herawanto mengatakan, pertumbuhan ekonomi di Jawa barat sesuai dengan semangat untuk kembali ke arah tumbuh normal. Walaupun ditahun 2020 ini memang secara setahun itu BI melihat kemungkinan masih negatif. Tetapi sudah mendekati nol. 

"Jadi kalau kemarin  yang terdalam kan 5,98 menjadi 4,2. Nah mungkin secara tahunan ini kami memperkirakan itu antara minus 1,94 sampai 1,54 persen. Yang kami perkirakan adalah tadi disebut oleh Pak gubernur tahun 2021 ini pertumbuhannya bisa sekitar 4 setengah sampai 5 setengah persen bahkan bisa lebih baik dari itu," paparnya.

Dengan catatan, kata dia, ada beberapa hal. Seperti, konsistensi kebijakan , konsistensi dukungan pemerintah daerah di semua level provinsi , kabupaten/kota untuk terus menggerakkan perekonomian dengan terukur itu bisa tetap dilalukan. "Inflasi sendiri kami lihat di tahun 2020, dalam rentan kendali bahkan di batas bawah. Demikian juga di 2021 dengan catatan, ini menjadi PR bersama untuk mengendalikan inflasi terutama di 2021," katanya.

Kemungkinan ada sedikit gangguan dari beberapa sumber impor pangan di luar negeri. Sementara kalau di 2020 ini agar jangan melalaikan sisi produsen. "Harga terlalu rendah seperti yang terjadi di 2020 itu cukup merugikan," katanya.

Herawanto menjelaskan, prediksi pertumbuhan ekonomi 4 setengah ke lima setengah tentunya berdasarkan data yang ada. Selain itu, BI benar-benar merekam kebijakan yang ada dan akan diambil oleh pemerintah daerah. "Yang jelas dengan kita kemarin turun dalam itu dasar perhitungannya menjadi cukup rendah, tetapi tingkat konsumsi masyarakat ini jelas sudah sangat naik (satu)," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement