Kamis 03 Dec 2020 09:13 WIB

Pemerintah Iran Tolak Keputusan Parlemen Tingkatkan Uranium

Pemerintah juga menolak menghentikan inspeksi internasional terhadap fasilitas nuklir

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Proyek reaktor nuklir Arak di Iran.
Foto: Reuters/ISNA/Hamid Forootan/Files
Proyek reaktor nuklir Arak di Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemerintah Iran menolak keputusan parlemen soal Rancangan Undang-Undang yang berisi peningkatan pengayaan uranium tahunan menjadi 20 persen. Pemerintah juga menolak menghentikan inspeksi internasional terhadap fasilitas nuklir negara itu.

Juru bicara pemerintah Iran, Ali Rabiei, mengatakan keputusan parlemen tidak akan berkontribusi pada pencabutan sanksi. Menurutnya, keputusan tersebut harus dibahas di Dewan Keamanan Nasional Tertinggi.

Baca Juga

Rabiei juga memperingatkan bahwa keputusan parlemen akan menyebabkan lebih banyak sanksi dijatuhkan kepada Iran. "Parlemen tidak memiliki hak untuk ikut campur dalam masalah ini, dan kami berharap Dewan Penjaga akan mempertimbangkan hambatan hukum dan kepentingan nasional sebelum menyetujui keputusan tersebut," ujarnya dilansir laman Middle East Monitor, Kamis (3/12).

Pada Ahad, Parlemen Iran memberikan suara untuk mendukung Undang-Undang Strategis untuk Mencabut Sanksi yang mewajibkan pemerintah meningkatkan pengayaan uranium tahunan menjadi 20 persen dan menghentikan inspeksi internasional terhadap fasilitas nuklir negara itu. Jumlah itu jauh melampaui yang disepakati perjanjian nuklir Iran tahun 2015 yakni Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). RUU disetujui 251 anggota parlemen Iran. Anggota parlemen di negara tersebut berjumlah 290 orang

Pemungutan suara itu dilakukan menyusul pembunuhan ilmuwan nuklir ternama negara itu Mohsen Fakhrizadeh pada Jumat. Iran menuduh Israel berada di balik pembunuhan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement