Kamis 03 Dec 2020 06:40 WIB

Arahan OECD dalam Hadapi Tekanan Ekonomi akibat Pandemi

Meski prospek vaksin cerah, bjkan berarti dukungan pemerintah ke warga dikurangi.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Seorang warga melintas di jembatan dengan latar belakang Bank Sentral Eropa, Kamis (16/1). Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memberikan beberapa arahan untuk negara-negara anggotanya dalam menghadapi tekanan ekonomi akibat pandemi. Di antaranya, menggunakan instrumen kebijakan mereka secara aktif dengan penargetan lebih baik, terutama untuk masyarakat yang paling terdampak pandemi.
Foto: AP Photo/Michael Probst
Seorang warga melintas di jembatan dengan latar belakang Bank Sentral Eropa, Kamis (16/1). Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memberikan beberapa arahan untuk negara-negara anggotanya dalam menghadapi tekanan ekonomi akibat pandemi. Di antaranya, menggunakan instrumen kebijakan mereka secara aktif dengan penargetan lebih baik, terutama untuk masyarakat yang paling terdampak pandemi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memberikan beberapa arahan untuk negara-negara anggotanya dalam menghadapi tekanan ekonomi akibat pandemi. Di antaranya, menggunakan instrumen kebijakan mereka secara aktif dengan penargetan lebih baik, terutama untuk masyarakat yang paling terdampak pandemi.

Dalam laporan OECD Economic Outlook December 2020 yang dikutip Rabu (2/12), OECD merevisi proyeksi ekonomi global tahun ini. Pada September, lembaga berbasis Paris itu meramalkan ekonomi dunia terkontraksi 4,5 persen. Tapi, dalam data terbaru, OECD memperbaikinya menjadi penyusutan di level 4,2 persen.

Tapi, tren pemulihan hanya terjadi secara parsial. Eropa dan Amerika Serikat yang kini menghadapi gelombang kedua penyebaran virus diperkirakan mengalami kontraksi dalam, yaitu masing-masing  minus 7,5 persen dan minus 3,7 persen.

Kepala Ekonom OECD Laurence Boone menyebutkan, prospek vaksin semakin cerah. Tapi, bukan berarti dukungan pemerintah terhadap masyarakat dan dunia usaha dapat dikurangi seperti yang dilakukan pasca Krisis Keuangan Global.

"Pemerintah harus menegaskan, kebijakan kesehatan dan ekonomi harus berjalan beriringan," tulisnya dalam laporan.

Boone juga menyebutkan, langkah penanganan kesehatan masyarakat harus dilipatgandakan untuk membatasi dampak wabah virus corona. Penting juga bagi pembuat kebijakan untuk memastikan dukungan fiskal yang berkelanjutan untuk menjaga dunia usaha tetap hidup dan lapangan kerja tetap tersedia.

Kebijakan moneter dengan fiskal juga harus dilakukan beriringan. "Setidaknya selama krisis kesehatan mengancam kegiatan ekonomi dan lapangan kerja," ujar Boone.

Setidaknya ada tiga poin yang harus menjadi prioritas pembuat kebijakan. Pertama, berinvestasi pada barang dan layanan penting seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur fisik dan digital. Kedua, tindakan tegas untuk menahan peningkatan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan yang bertahan lama.

Ketiga, kerja sama internasional. "Dunia tidak dapat menyelesaikan krisis global hanya dengan satu negara dan tindakan yang berorientasi ke dalam negeri saja," tulis OECD.

Setelah turun tajam, PDB dunia diramalkan naik sebesar 4,2 persen pada tahun depan. China diperkirakan akan berkontribusi sepertiga dari pertumbuhan tersebut.

Pemulihan dapat berlangsung lebih baik apabila permintaan yang selama ini tertahan dapat terealisasikan. Kuncinya berada pada vaksinasi lebih cepat dan luas. Apabila skenario tersebut terjadi, pertumbuhan global dapat berada di level lima persen pada 2021.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement