Kamis 03 Dec 2020 08:09 WIB
Cerita di Balik Berita

Tak Tidur Gara-Gara Dekrit Presiden Gus Dur

Tim Republika harus bergadang karena Gus Dur mengeluarkan dekrit membekukan DPR.

M Subroto, Jurnalist Republika
Foto:

Saat itu aku masih menjadi redaktur halaman nasional. Selesai menggarap halaman, malam itu 22 Juli 2001, pukul 23.00 WIB, aku tak langsung pulang. Seperti biasa menunggu, tebengan mobil Guntur Subagja, asisten redaktur pelaksana. Kebetulan rumah kami sama-sama di Depok, Jawa Barat. Jaraknya sekitar 20 km dari kantor.

Kami tak langsung pulang. Guntur mengajakku untuk mampir ke Hotel Mulia Senayan. Di sana tim Republika yang meliput sidang MPR di  Senayan berposko.

photo
Lukisan Gus Dur. (Republika/Mahmud Muhyidin)

Tak semua reporter peliput Sidang MPR menginap di hotel. Ada yang  memilih pulang ke rumah. Kami pun berkoordinasi untuk menentukan fokus liputan besok hari.

Saat sedang koordinasi, wartawan istana menginfokan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur akan mengeluarkan maklumat atau dekrit di istana. Wah tentu saja itu berita besar.

Situasi negara saat itu dalam keadaan tegang. Hubungan Presiden Gus Dur dengan DPR sedang tidak mesra. Bahkan ada rencana membawa Presiden Gus Dur ke sidang istimewa MPR pada bulan Agustus.

Kami mencari informasi untuk mengecek kebenaran soal pengumuman dekrit itu. Ternyata Presiden Gus Dur benar-benar mengeluarkan dekrit.  Salah satu stasiun TV melaporkan suasana di istana negara. Maklumat yang dikeluarkan Presiden Gus Dur pada 23 Juli 2001 pukul 01.00 WIB  lewat itu, isinya membekukan MPR dan DPR, mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, dan membekukan Partai Golkar.

Ini berita sangat penting. Kami tak boleh kecolongan. Koran lain pasti akan menurunkan berita itu. 

Tapi koran sudah dicetak sebagian. Mau tak mau harus membuat berita stop press di halaman 1. Stop press adalah istilah untuk memasukkan berita yang baru didapat ke dalam halaman koran di waktu-waktu terakhir. Berita stop press mesti berita yang sangat penting, punya nilai berita yang sangat besar.  

Stop press bisa dilakukan saat proses percetakan koran akan dilakukan, bahkan sedang dilakukan. Berita itu di halaman depan koran biasanya ditulis stop press, baru kemudian judul berita. 

Guntur menghubungi redaktur pelaksana. Rupanya kami tak hanya  membuat edisi stop press, tapi juga harus meluncurkan edisi khusus empat halaman berisi tentang dekrit.

Aku segera mengontak reporter. Sebagian sudah tak bisa dihubungi karena sudah tidur. Tim disain dan redaktur foto juga diminta bersiap-siap ke kantor. Percetakan koran yang masih berlangsung diminta dihentikan. 

Kami pun meluncur kembali ke kantor untuk menggarap stop press dan edisi khusus. Sampai di kantor sekitar pukul 02.00 WIB. Di kantor  sejumlah orang sudah berkumpul. Ada redaktur, foto, disain, dan reporter. Sebagian datang dengan terkantuk-kantuk. Maklum ada yang sudah sampai di rumah dan tidur, ada yang sedang istirahat, dan ada yang masih dalam perjalanan pulang.

Namun aku lihat tak ada satupun yang menggerutu. Kami  malah tertawa-tawa, bercerita sampai dimana saat dikontak untuk kembali ke kantor. Kami memang sudah terbiasa menghadapi situasi tak terduga seperti in. Itu adalah salah satu bentuk seni pekerjaan sebagai wartawan.

Kami pun mulai bekerja dengan cepat. Reporter melaporkan berita. Kami melengkapinya dengan mengontak narasumber yang masih bisa dihubungi. Dekrit presiden ditolak oleh banyak kalangan. Ada khabar MPR akan mempercepat siang istimewa hari itu, Senin 23 Juli siang.

Beritapun diedit dan di-layout dengan cepat. Hampir pukul 03.00 stop press beres. Dikirim ke percetakan dan dicetak.

Pekerjaan selanjutnya adalah edisi khusus empat halaman. Kami bekerja lagi. Bukan pekerjaan mudah untuk membuat liputan khusus mendadak.  Waktunya pendek, dengan jumlah orang yang sedikit.

Hingga Subuh halaman khusus belum rampung. Mata sudah perih menahan kantuk. Lelah jangan ditanya lagi.

Sekitar pukul 08.00 WIB pekerjaan liputan khusus baru selesai. Edisi itu diedarkan siang hari dalam jumlah terbatas. Siang hari aku baru sampai di rumah. Badan lelah dan kantuk luar biasa. Istirahat sebentar, sorenya sudah di kantor lagi. 

Tips  menjadi redaktur:

- Pahami pekerjaan redaktur, bukan sekedar mengedit tulisan, tapi merencanakan isu, dan mengkoordinir tim

- Tetap sesekali melakukan liputan di lapangan

- Tetap menulis

- Tetap menjalin hubungan dengan narasumber dan jaringan- Meningkatkan kemampuan dengan dengan mengikut berbagai  pendidikan dan pelatihan

- Jalin hubungan yang harmonis dengan reporter di desk liputan

- Beri kesempatan reporter untuk mengajukan usulan-usulan liputan

- Selalu mengikuti  perkembangan isu trtutama di desk

- Usahakan menjadi spesialis di bidang tertentu.

Halaman selanjutnya >> Berita Stop Press Presiden Gus Dur Keluarkan Dekrit.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement