Rabu 02 Dec 2020 20:25 WIB

 KPK Segera Terapkan Pasal TPPU ke Nurhadi

Pasal TPPU akan diterapkan apabila memang ada bukti permulaan yang cukup. 

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku segera menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kepada tersangka pengurusan kasus di Mahkamah Agung (MA), Nurhadi. Lembaga antirasuah itu kini tengah menelaah lebih lanjut terkait penerapan pasal TPPU pada perkara tersebut.

"Kami memastikan akan segera menerapkan pasal TPPU dalam perkara ini setelah dari hasil pengumpulan bukti kemudian disimpulkan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu (2/12).

Dia menjelaskan, pada prinsipnya pasal TPPU akan diterapkan apabila memang ada bukti permulaan yang cukup dugaan terjadi perubahan bentuk dari hasil tindak pidana korupsi kepada aset-aset bernilai ekonomis seperti properti, kendaraan, surat berharga dan lain-lain. Dia mengatakan, penerapan pasal ini masih menunggu hasil pengumpulan barang bukti.

Dia mengatakan, KPK mengapresiasi dukungan masyarakat dalam upaya penuntasan korupsi yang sedang dilakukan. Dia mengatakan, KPK juga memahami harapan masyarakat akan penyelesaian setiap kasus yang saat ini sedang ditangani termasuk perkara yang melibatkan terdakwa Nurhadi dan kawan-kawan ini.

Sebelumnya, sejumlah pihak seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Lokataru mendesak KPK menerapkan TPPU terhadap Nurhadi. Desakan ini muncul karena dari data yang mereka himpun, Nurhadi memiliki kekayaan yang tidak wajar atau tak sesuai jika dilihat dari penghasilan resmi seorang Sekretaris Mahkamah Agung.

Dalam data tersebut, setidaknya ditemukan beberapa aset yang diduga milik Nurhadi seperti tujuh aset tanah dan bangunan dengan nilai ratusan miliar rupiah; empat lahan usaha kelapa sawit; delapan badan hukum baik berbentuk PT ataupun UD; 12 mobil mewah; dan 12 jam tangan mewah.

Padahal, berdasarkan Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 128/KMA/SK/VIII/2014 tentang Tunjangan Khusus Kinerja Pegawai Negeri di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya disebutkan jabatan Sekretaris Mahkamah Agung sebagai eselon 1 mendapat tunjangan khusus sebesar Rp 32,86 juta. Sementara gaji pokok pejabat eselon I sekitar Rp 19 juta.

Nurhadi dan Rizkie ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA, sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Adapun penerimaan suap tersebut terkait pengurusan perkara perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) kurang lebih sebesar Rp 14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp 33,1 miliar dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp 12,9 miliar sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp 46 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement