Rabu 02 Dec 2020 01:53 WIB

PPATK: Antisipasi Pendanaan Terorisme Lewat Virtual

PPATK dan aparat harus bisa mengantisipasi pendanaan terorisme lewat virtual

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Pelantikan Kepala PPATK. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang baru, Dian Ediana Rae
Foto: undefined
Pelantikan Kepala PPATK. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang baru, Dian Ediana Rae

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengantisipasi pendanaan terorisme melalui daring atau virtual. Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan modus kejahatan juga berkembang seiring kemajuan teknologi, begitu juga terorisme.

"Bagaimana teroris sekarang jadi go virtual, baik dalam propaganda politik, atau dengan penghimpunan dana itu sangat berbahaya," ujar Dian saat membuka Webinar bertema 'Membedah Tindak Pidana Siber sebagai Tindak Pidana Asal TPPU', Selasa (1/12).

Dian menilai perlu antisipasi kelompok teroris memanfaatkan teknologi untuk mempropraganda paham atau ideologinya atau mengumpulkan dana untuk membiayai kejahatan teror. Karena itu, Dian menyebut PPATK dan aparat penegak hukum harus bisa mengantisipasi peluang pendanaan terorisme menggunakan teknologi digital.

"Bisa kita terjebak niatnya untuk sumbangan sosial tetapi yang menerima itu teroris, nah saya kira ini merupakan satu tantangan yang perlu dikupas lebih dalam," kata Dian.

 

Dalam kesempatan itu juga, Dian menyingung makin maraknya kejahatan siber terutama di era industri 4.0 yang identik dengan modernisasi dan digitalisasi di segala aspek. Hal ini membuat tindak pidana siber menjadi ancaman nyata dan menghasilkan kerugian yang tidak sedikit bagi korbannya, sekaligus berkorelasi erat dengan praktik pencucian uang.

Untuk itu, PPATK menilai perlunya peran berbagai pihak mulai PPATK, akademisi, penegak hukum, dan pelaku usaha teknologi finansial serta masyarakat.

Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat laporan aliran dana yang masuk terkait kejahatan siber meningkat secara signifikan. Di tahun 2014, PPATK baru menerima 246 laporan, sementara di tahun 2018 sudah mencapai 4.526 laporan.

"Seharusnya kita bergerak lebih cepat dari itu, aliran dana yang masuk PPATK soal kejahatan siber makin meningkat tahun ke tahun," ungkap Dian.

Ia mengatakan, berbagai kejahatan siber yang ditangani oleh PPATK secara umum dikelompokkan ke dalam empat modus, yaitu business email compromise, romance scam, penipuan jual beli online, dan penipuan investasi.

"Ini kita harus menyadari kemajuan teknologi ini harus diperhatikan, termasuk pendanaan terorisme, karena salah satu tugas PPATK dan aparat penegak hukum bagaiamana teroris sekarang bisa jadi go virtual, baik dlm propaganda politik, atau dengan penghimpunan dana itu sangat berbahaya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement