Selasa 01 Dec 2020 16:40 WIB

Walau Siaga, Belum Terjadi Lahar Merapi Sepanjang November

Selama November terjadi hujan intensitas tinggi di Pos Pengamatan Gunung Merapi.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Gunung Merapi Pascaerupsi. Asap solfatara masih terlihat di puncak Gunung Merapi.
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Gunung Merapi Pascaerupsi. Asap solfatara masih terlihat di puncak Gunung Merapi.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Aktivitas Gunung Merapi masih berstatus siaga sejak ditetapkan pada 5 November 2020 lalu. Namun, pantauan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) sepanjang November belum dilaporkan terjadinya lahar.

Kepala BPPTKG, Hanik Humaida mengatakan, selama November memang terjadi hujan di Pos Pengamatan Gunung Merapi dengan intensitas curah tinggi. Tertingginya sebesar 64 milimeter per jam selama 60 menit di Pos PGM Kaliurang pada 13 November 2020.

"Tidak dilaporkan terjadi lahar maupun penambahan aliran di sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi," kata Hanik, Selasa (1/12).

Secara visual, cuaca sekitar Merapi umumnya cerah pada pagi dan berkabut pada siang sampai malam. Asap berwarna putih, ketebalan tipis-tebal, tekanan lemah-sedang, tinggi maksimum 750 meter teramati dari Pos PGM Babadan pada 26 November 2020.

 

Guguran teramati dari Pos PGM Babadan dengan jarak luncur maksimal tiga kilometer di sektor barat ke arah hulu Kali Sat pada 8 November 2020. Analisis morfologi area puncak berdasarkan foto dari sektor tenggara menunjukkan ada perubahan morfologi.

Tepatnya, runtuhnya sebagian kubah lava 1954. Analisis 16 November ada perubahan morfologi dinding kawah akibat runtuhnya lava lama, terutama 1997 di selatan, 1998 dan 1888 di barat, serta 1954 di utara. Selain itu, belum teramati kubah lava baru.

Kegempaan tercatat 1.069 kali gempa vulkanik dangkal, 9.201 gempa fase banyak, 29 gempa low frekuensi, 1.687 gempa guguran, 1.783 gempa hembusan dan 39 gempa tektonik. Intensitas kegempaan selama November 2-5 kali lebih tinggi dari Oktober.

"Deformasi Gunung Merapi yang dipantau dengan menggunakan EDM bulan ini menunjukkan adanya laju pemendekan jarak sebesar 11 centimeter per hari," ujar Hanik.

Pemantauan gas karbon dioksida di lava 1963 menunjukkan nilai dengan interval waktu setiap kurang lebih tiga jam untuk pengambilan data. Awal bulan sampai 20 November konsentrasi karbon dioksida menunjukkan nilai yang cukup konstan rata-rata 525 ppm.

Setelah periode tersebut hingga akhir bulan ini menunjukkan peningkatan hingga nilai maksimal sebesar 675 par per milion. Hanik mengingatkan, semua data pemantauan ini menunjukkan proses desakan magma menuju permukaan.

Untuk itu, pemda-pemda terkait diminta mempersiapkan segala sesuatu terkait langkah mitigasi bencana akibat letusan Merapi yang bisa terjadi setiap saat. Penambangan di alur sungai-sungai berhulu di Merapi dalam KRB III direkomendasikan dihentikan.

"Pelaku wisata agar tidak melakukan kegiatan wisata di KRB III, termasuk kegiatan pendakian ke puncak Gunung Merapi. Masyarakat agar mewaspadai bahaya lahar, terutama saat terjadi hujan di seputar Gunung Merapi," kata Hanik. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement