Selasa 01 Dec 2020 12:59 WIB

Kemiskinan dan Pengangguran di Papua dan Papua Barat Turun

Peningkatan kehidupan ekonomi karena masyarakat dapat menjual barang lebih banyak.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Friska Yolandha
Kantor Staf Presiden (KSP) menyebut kondisi sosial dan ekonomi di Papua dan Papua Barat pada periode 2015-2019 tercatat semakin membaik berdasarkan sejumlah indikator. Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono menyampaikan, sepanjang periode tersebut, angka kemiskinan di Papua tercatat menurun dari 28,40 persen menjadi 27,53 persen. Sedangkan angka kemiskinan di Papua Barat turun dari 25,72 persen menjadi 22,17 persen.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Kantor Staf Presiden (KSP) menyebut kondisi sosial dan ekonomi di Papua dan Papua Barat pada periode 2015-2019 tercatat semakin membaik berdasarkan sejumlah indikator. Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono menyampaikan, sepanjang periode tersebut, angka kemiskinan di Papua tercatat menurun dari 28,40 persen menjadi 27,53 persen. Sedangkan angka kemiskinan di Papua Barat turun dari 25,72 persen menjadi 22,17 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Staf Presiden (KSP) menyebut kondisi sosial dan ekonomi di Papua dan Papua Barat pada periode 2015-2019 tercatat semakin membaik berdasarkan sejumlah indikator. Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono menyampaikan, sepanjang periode tersebut, angka kemiskinan di Papua tercatat menurun dari 28,40 persen menjadi 27,53 persen. Sedangkan angka kemiskinan di Papua Barat turun dari 25,72 persen menjadi 22,17 persen.

Selain itu, Indeks Pembangunan Manusia di Papua juga tercatat meningkat dari 57,25 ke 60,84 dan di Papua Barat dari 61,73 ke 64,7. Menurut Edy, perbaikan kondisi sosial dan ekonomi di Papua dan Papua Barat ini sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat.

“Bukti transformasi ekonomi  berjalan baik di Papua,” ujar Edy dikutip dari siaran resmi KSP, Selasa (1/12).

Lebih lanjut, ia menyampaikan, berdasarkan studi yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan The Asia Foundation pada 2018 menunjukkan, pembangunan jaringan jalan telah memperbaiki kehidupan sosial ekonomi masyarakat melalui perbaikan konektivitas.

 

Peningkatan kehidupan ekonomi terjadi karena masyarakat bisa menjual barang dagangan ke luar daerah dalam jumlah lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Perbaikan konektivitas juga memperbaiki kehidupan sosial karena masyarakat bisa lebih sering saling mengunjungi. 

“Pembangunan jalan mendorong penurunan biaya dan waktu tempuh,” ujar Edy.

Selain itu, indikator lainnya yakni Koefisien Gini Papua yang naik dari 0,392 pada 2015 menjadi 0,394 pada 2019. Sedangkan di Papua Barat yakni dari 0,428 pada 2015 menjadi 0,386 pada 2019.

Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka di dua provinsi tersebut juga mengalami penurunan selama periode 2015-2019, yaitu dari 3,99 persen menjadi 3,65 persen di Papua dan dari 8,08 persen menjadi 6,24 persen di Papua Barat.

Kendati demikian, pertumbuhan ekonomi Papua pada 2019 tercatat negatif yang disebabkan oleh penurunan tajam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari sektor pertambangan akibat transisi sistem produksi PT Freeport dari tambang terbuka menjadi tambang bawah tanah. Namun, lanjutnya, jika sektor pertambangan tak dimasukkan dalam penilaian, pertumbuhan ekonomi Papua 2019 sebesar 5,03 persen.

“Artinya kita bisa mengatakan bahwa secara umum distribusi pendapatan di wilayah Papua dan Papua Barat membaik,” kata Edy.

Edy mengatakan, pada akhir 2019 pemerintah telah meresmikan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong, Papua Barat. KEK Sorong ini difokuskan pada industri pengolahan hasil tambang (nikel) dan hasil hutan/perkebunan.

“Hal itu merupakan salah satu wujud komitmen pemerintah untuk menyebar pusat pertumbuhan ekonomi agar tidak hanya menumpuk di bagian Barat Indonesia saja,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement