Selasa 01 Dec 2020 04:21 WIB

Moderna Mulai Ajukan Persetujuan Vaksin Covid-19 ke FDA

Moderna bahkan menyebut vaksin itu 100 persen efektif mencegah kasus penyakit parah

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Christiyaningsih
 Papan masuk firma bioteknologi Moderna di Norwood, Massachusetts. Moderna adalah salah satu lembaga yang turut mengembangkan vaksin Covid-19 mRNA-1273.
Foto: EPA-EFE/CJ GUNTHER
Papan masuk firma bioteknologi Moderna di Norwood, Massachusetts. Moderna adalah salah satu lembaga yang turut mengembangkan vaksin Covid-19 mRNA-1273.

REPUBLIKA.CO.ID, MASSACHUSETTS -- Perusahaan farmasi yang berbasis di Massachusetts, Amerika Serikat, Moderna, mengajukan vaksin virus corona pada Senin (30/11). Perusahaan bioteknologi tersebut mengatakan akan meminta izin penggunaan darurat dari Food and Drugs Administration (FDA) setelah menyelesaikan uji coba Tahap 3 dan menemukan vaksin itu 94,1 persen efektif melawan Covid-19.

Moderna bahkan menyebut vaksin itu 100 persen efektif mencegah kasus penyakit parah. Efektivitasnya diklaim sama di semua kategori usia, ras dan jenis kelamin, kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan.  Sejauh ini tidak ada masalah keamanan yang serius, tambahnya. Efek samping yang paling umum adalah kelelahan, sakit kepala, dan nyeri otot dan sendi.

Baca Juga

Moderna mengatakan pihaknya mengharapkan Komite Penasihat Vaksin FDA dan Produk Biologi Terkait untuk bersidang pada 17 Desember dan membahas produknya. Pengajuan ini berlangsung sepekan setelah FDA diperkirakan akan membahas kandidat lain, yang dikembangkan oleh raksasa farmasi AS Pfizer dan mitra Jermannya BioNTech. Mereka juga telah mengajukan permohonan untuk persetujuan regulasi setelah mengamati tingkat kemanjuran yang serupa.

Baik vaksin Moderna dan Pfizer-BioNTech melibatkan penyisipan kode khusus yang disebut mRNA ke dalam tubuh, mengelabui untuk mengembangkan respons kekebalan. Tidak ada obat berbasis mRNA yang pernah mendapat persetujuan sebelumnya.

Profesor di Institut Leibniz untuk Penelitian Pencegahan dan Epidemiologi Jerman, Hajo Zeeb, mengatakan sangat menggembirakan bahwa dua studi terpisah sama-sama menemukan tingkat keberhasilan yang tinggi. "Saya akan terkejut jika sesuatu yang berbeda muncul dalam proses FDA dan saya pikir kemungkinan besar ini akan disetujui," katanya dilansir NBCNews, Senin (30/11).

Meskipun optimistis, Zeeb mengingatkan persentase yang tepat dapat berubah ketika ratusan juta, bukan puluhan ribu, orang mulai menggunakan vaksin. "Ini masih angka kecil secara keseluruhan. Tetapi pengurangan pada kasus yang parah persis seperti yang ingin kami lihat. Jika itu hanya virus ringan, kami dapat menerimanya," katanya tentang ukuran sampel uji coba.

Moderna menerima Rp 14 triliun lebih dana pemerintah federal AS untuk mengembangkan dan memproduksi kandidat vaksin. Sementara dana lebih dari Rp 15 triliun lainnya untuk memasok vaksin ke publik Amerika.

Percobaannya melibatkan 30 ribu orang, setengah dari mereka diberi kandidat vaksin dan setengah lainnya diberi plasebo. Dari kelompok ini, para ilmuwan mencatat 196 kasus Covid-19, hanya 11 di antaranya berasal dari kelompok yang telah diberi vaksin. 

Ada 30 kasus penyakit serius - semuanya dalam kelompok plasebo. Jadi, kata Moderna, dari 15 ribu orang yang diberi vaksin, tidak ada yang sakit parah dengan Covid-19 selama masa percobaan.

Perkembangan vaksin baru-baru ini telah disambut dengan optimisme yang meluas di antara para ilmuwan dan pasar saham. Namun para ahli juga mendesak kehati-hatian sampai lebih banyak data dirilis di luar siaran pers kemenangan non-peer-review dari berbagai perusahaan. 

Uji coba vaksin ini terutama ditujukan untuk mencegah penyakit bergejala. Akan tetapi masih ada pertanyaan tentang seberapa efektif vaksin tersebut dalam menghentikan penularan.

Presiden terpilih Joe Biden juga telah memperingatkan bahwa vaksin, yang masih membutuhkan waktu untuk disetujui dan diluncurkan, mungkin belum bisa meredakan penularan khususnya di musim dingin yang berat yang dihadapi AS, Eropa, dan tempat lain.

Kasus virus corona terus meningkat. Lebih dari 267 ribu orang Amerika tewas dan kekhawatiran bahwa Thanksgiving mungkin membawa lebih banyak lagi korban jiwa. Eropa dicengkeram oleh gelombang serupa sampai tindakan lockdown yang meluas mulai membalikkan keadaan.  Lebih dari 1,4 juta orang telah terbunuh secara global.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement