Selasa 01 Dec 2020 04:19 WIB

Erick Thohir: Vaksin Pfizer dan Moderna Masih Dikaji

Vaksin datang ke Indonesia harus melalui jalur cold chain.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolandha
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyemprotkan cairan pembersih tangan saat akan mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/11/2020). Rapat tersebut membahas permasalahan Asuransi Jiwasraya, road map BUMN serta restrukturisasi BUMN.
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyemprotkan cairan pembersih tangan saat akan mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/11/2020). Rapat tersebut membahas permasalahan Asuransi Jiwasraya, road map BUMN serta restrukturisasi BUMN.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini ada dua jenis vaksin yang mempunyai tingkat akurasi 90 persen yaitu produksi Pfizer dan Modena. Sayangnya, pemerintah tidak bisa serta merta mengangkut vaksin tersebut ke Indonesia karena persoalan distribusi.

Menteri BUMN, Erick Thohir mengatakan saat ini pemerintah masih menghitung resiko dan mencari cara untuk membawa dua vaksin tersebut. Namun, setidaknya, Erick menegaskan negara sudah mengantongi kesepakatan vaksin yang siap dan aman untuk distribusi ke Indonesia.

"Tentu pasti vaksin yang dipilih adalah vaksin yang masuk list WHO dan uji klinis, apapun mereknya," ujar Erick di DPR RI, Senin (30/11).

Erick menjelaskan vaksin datang ke Indonesia harus melalui jalur cold chain atau distribusi dingin. Hal ini untuk memastikan keandalan vaksin. Saat ini, kata Erick, Indonesia sudah terbiasa memakai jalur cold chain ini dengan katahanan 2-8 derajat celcius.

 

"Catatannya, distribusi vaksin itu kan cold chain kan. Nah, Indonesia ini selama bertahun tahun bisa terbentuk 2-8 derajat. Jadi, ya pasti pemerintah akan memilih yang bisa didistribusikan 2-8 derajat itu," ujar Erick.

Sedankan dua vaksin dari Pfizer dan Modena punya tingkat akurasi kapasitas dingin yang lebih rendah dari 2 derajat. Ia menilai pemerintah perlu menghitung resiko perjalanan vaksin tersebut.

"Kalau ada kebijakan lain, distribusi vaksin Pfizer modena, ya mungkin. Tapi kan harus dihitung dong resikonya. Pada saat distribusi misalnya, kulkasnya mati misalnya. Kedua, sesudah dibuka dari kulkas, antrian suntikannya 3 jam, kan vaksinya angus. Nah, itu harus makanya jadi pertimbangan yang kompleks," ujar Erick.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement