Senin 30 Nov 2020 16:57 WIB

Mendes Minta Perguruan Tinggi Ikut Dampingi Pertanian Desa

Perguruan tinggi agar tidak lepas terlalu jauh dari berbagai permasalahan di desa

Rep: Amri Amrullah/ Red: Gita Amanda
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar saat menjadi keynote speaker dalam Lokakarya Nasional 2020 yang digelar Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia (FKPTPI) secara virtual dari Kantor Kemendes PDTT pada Senin (30/11).
Foto: Kemendes
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar saat menjadi keynote speaker dalam Lokakarya Nasional 2020 yang digelar Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia (FKPTPI) secara virtual dari Kantor Kemendes PDTT pada Senin (30/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perguruan tinggi memiliki peran penting dalam pembangunan desa, salah satunya pada sektor pertanian yang ada di desa. Hal itu disampaikan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar, Senin (30/11).

Mendes PDTT menyampaikan pesan tersebut saat menjadi keynote speaker dalam Lokakarya Nasional 2020 yang digelar Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia (FKPTPI) secara virtual dari Kantor Kemendes PDTT. Menurut Abdul Halim atau yang akrab disapa Gus Menteri ini, perguruan tinggi untuk desa (Pertides) yang telah dibentuk beberapa tahun lalu telah berperan dalam pembangunan di desa karena dalam pembentukannya tersebut dilatarbelakangi agar perguruan tinggi tidak lepas terlalu jauh dari berbagai permasalahan yang ada di desa.

Baca Juga

"Pertides inilah yang kemudian memanyungi kita untuk melakukan berbagai hal apa saja yang bisa dilakukan sesuai dengan apa yang menjadi fokus masing-masing perguruan tinggi dalam pendampingan untuk mengatasi permasalahan yang ada di desa," katanya dalam keterangan pers kepada wartawan.

Salah satu permasalahan yang ada di desa yakni terkait dengan sektor pertanian. Menurutnya, sektor pertanian penting karena dari 74.953 desa yang tersebar diseluruh Indonesia terdapat 70 persen wilayahnya ada disektor pertanian.

"Tentu ini juga akan sangat membutuhkan pendampingan karena berbagai upaya dalam keberlanjutan produktifitas yang berkelanjutan masih dalam permasalahan," katanya.

Gus Menteri menilai bahwa dalam permasalahan produktifitas berkelanjutan dikarenakan banyaknya pendampingan yang sifatnya sesaat atau tidak berkelanjutan sehingga produktifitasnya turut mengalami penurunan. "Awalnya saat dilakukan pendampingan produktifitasnya bagus. tapi, setelah ditinggal menjadi menurun. Inilah yang kemudian kita selalu meminta agar segala bentuk kerjasama harus ada pendampingan pasca dicapainya produk. Jadi, jangan kemudian dicapainya produk sudah tidak ada sentuhan lagi," katanya.

Waktu yang dibutuhkan dalam pendampingan, terang Mendes, dibutuhkan waktu dua hingga tiga tahun agar menjadi sebuah kultur atau budaya bagi masyarakat desa yang bekerja atau berusaha pada sektor pertanian. "Kalau sudah menjadi kultur atau budaya, baru ditinggal. Sebelum menjadi budaya kalau kemudian ditinggal itu akañ kembali ke asalnya karena tidak mendampingi lagi. sudah tidak ada lagi yang mengawasi, mengingatkan dan memotivasi. Ini sebenarnya harus dimotivasi terus menerus," jelasnya.

Oleh karena itu, menurut Abdul Halim, untuk mengatasi permasalahan pascaproduksi dalam bidang pertanian dibutuhkan pendampingan dalam kurun waktu tertentu. "Nah dibidang pertanian ini memang kita sangat membutuhkan pendampingan berkelanjutan. Termasuk di dalamnya ada penerapan Teknologi Tepat Guna (TTG)," tegasnya.

Menurut dia penerapan TTG di desa itu sama, awal-awal seringkali semangat, lama-lama kalau tidak ada pendampingan akan kembali lagi ke tradisional. Karena itu, hal ini juga yang ia minta perlu mendapatkan perhatian. Jadi, pada prinsipnya semua desa memang sangat butuh pendampingan dari tenaga yang ahli secara berkelanjutan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement