Senin 30 Nov 2020 14:05 WIB

Industri Pengolahan Nonmigas Diprediksi Tumbuh 3,95 Persen

Subsektor yang mendukung perbaikan antara lain industri farmasi, produk, dan obat.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksi industri pengolahan nonmigas akan mengalami pertumbuhan sebesar 3,95 persen pada 2021. Subsektor yang mendukung perbaikan antara lain industri farmasi, produk, dan obat kimia.
Foto: AP Photo / Ng Han Guan
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksi industri pengolahan nonmigas akan mengalami pertumbuhan sebesar 3,95 persen pada 2021. Subsektor yang mendukung perbaikan antara lain industri farmasi, produk, dan obat kimia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksi industri pengolahan nonmigas akan mengalami pertumbuhan sebesar 3,95 persen pada 2021. Perkiraan ini didasarkan pada asumsi pandemi Covid-19 telah dapat dikendalikan dan vaksin tersedia secara bertahap di masyarakat.

“Ini skenario optimistis seiring berjalannya pemulihan ekonomi nasional yang dilakukan pemerintah dan berbagai stakeholder,” kata Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kemenperin Eko SA Cahyanto di Jakarta, Ahad (29/11).

Menurutnya, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas akan terus berlanjut hingga kuartal IV 2020. Hal itu seiring dengan peningkatan ekspor dan Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia yang meningkat sejak Oktober 2020. Meski begitu, pertumbuhannya masih akan terkontraksi sekitar 2,22 persen. 

“Capaian tersebut mengalami perbaikan dari angka sebelumnya,” ujar dia. 

Adapun subsektor yang mendukung perbaikan kinerja manufaktur nasional selama masa pandemi saat ini, antara lain industri farmasi, produk, obat kimia dan obat tradisional, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, industri logam dasar, serta industri makanan.

“Sementara untuk 2021, kami optimistis seluruh subsektor industri pengolahan nonmigas sudah membaik. Dengan begitu mampu mendorong pertumbuhan secara keseluruhan yang lebih tinggi lagi,” tutur Eko.

Ia menambahkan, investasi industri manufaktur bisa menjadi penopang pemulihan ekonomi nasional pada 2021. Investasi industri manufaktur pada tahun depan diproyeksi tumbuh sebesar 22 persen atau mencapai Rp 323,56 triliun.

Kemenperin mencatat, investasi sektor manufaktur pada Januari sampai September 2020 tumbuh 37,1 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu. “Ini membuktika investasi sektor industri tak terpengaruh oleh pandemi Covid-19,” tegasnya.

Investasi terbesar disumbangkan oleh industri logam dasar, barang logam, dan bukan mesin sebesar Rp 69,79 triliun. Kemudian disusul industri makanan Rp 40,53 triliun, serta industri kimia farmasi Rp 35,63 triliun.

Meski terhantam pandemi, menurut Eko, industri manufaktur menjadi sektor ekonomi yang strategis. Hal itu tampak dari kontribusi sektor pengolahan nonmigas terhadap PDB yang mencapai 17,9 persen, terbesar dibanding sektor lainnya.

Hal senada disampaikan Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri yang memprediksi hampir semua sektor industri pengolahan nonmigas bakal mengalami pemulihan pada 2021. “Hampir semua bisa tumbuh lebih tinggi, tapi yang penting industri farmasi, baik untuk manusia dan hewan. Sehingga kita nanti ongkosnya turun, peternakan kita bagus, unggas kita juga bagus, karena ketergantungannya makin turun,” jelas dia. 

Lanjut Faisal, industri makanan dan minuman juga termasuk sektor yang tetap tumbuh positif di tengah pandemi Covid-19 karena produk dari industri tersebut merupakan barang konsumsi yang tetap dibutuhkan masyarakat. “Selanjutnya, yakni industri otomotif, yang memang pada dasarnya sudah kuat dan tinggal menunggu waktu pulih,” tuturnya. 

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengemukakan, demi menggenjot investasi industri dibutuhkan pemetaan sektor-sektor prioritas yang bakal menjadi unggulan. Strategi berikutnya yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta meningkatkan daya saing iklim usaha. 

"Stimulus juga sangat penting. Itu karena dalam kondisi yang masih belum kembali normal, dibutuhkan dorongan stimulus, baik untuk sisi suplai maupun permintaan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement