Senin 30 Nov 2020 11:10 WIB

Parlemen Iran Desak Inspeksi Nuklir Diakhiri

Kubu konservatif dan garis keras Iran mendesak pengembangan program nuklir

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Sebuah foto yang mengilustrasikan peluncuran misil militer Iran di kota Bushehr. Ilustrasi.
Foto: Amir Kholousi, ISNA via AP
Sebuah foto yang mengilustrasikan peluncuran misil militer Iran di kota Bushehr. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Parlemen Iran yang dikuasai kubu konservatif meminta agar inspeksi badan internasional terhadap program nuklir negara itu dihentikan. Hal ini disampaikan usai pembunuhan ilmuwan nuklir Iran, Mohsen Fakhrizadeh.

Dalam pernyataan Ahad (29/11) yang ditandatangani seluruh anggota parlemen, lembaga legislatif itu mengatakan 'tangan penuh darah rezim Zionis' dilihat jelas dalam pembunuhan Fakhrizadeh yang dibunuh Jumat (27/11) lalu.

Baca Juga

Berdasarkan pernyataan tersebut para anggota legislatif Iran mengatakan yang membuat Israel berani mengambil langkah itu adalah 'cara berpikir yang merusak dari sejumlah anggota pemerintahan' yang yakin negosiasi dengan Barat akan mengubah pandangan mengenai Iran sehingga Iran terlihat sebagai negara 'normal'. Karena itu Iran tidak boleh melawan.

"Namun pengalaman atas teror dan sabotase yang dilakukan Amerika Serikat (AS), Israel, dan sekutu-sekutu mereka di negara ini dalam beberapa terakhir, yang sayangnya tanpa respons yang pantas, telah menunjukkan betapa salah dan berbahayanya cara berpikir seperti itu," kata anggota legislatif Iran dalam pernyataan yang dikutip Aljazirah.

Dalam pernyataan yang dibacakan dalam sidang terbuka itu, para anggota parlemen menambahkan cara berpikir seperti itu membuat musuh berani. Kondisi ini menjerumuskan Iran ke ketegangan yang tidak pernah terjadi sejak perang delapan tahun Iran-Irak yang baru berakhir tahun 1988.

Anggota parlemen Iran menyerukan apa yang mereka sebut 'respons segera dan bersifat menghukum' terhadap tindakan agresi negara asing. Cara terbaik untuk melakukannya adalah 'membangkitkan kembali industri nuklir negara kami yang brilian'.

Tujuannya, kata mereka, untuk mengakhiri implementasi sukarela Protokol Tambahan dan menangguhkan inspeksi dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Berdasarkan kesepakatan nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), Iran sepakat untuk menghentikan program nuklir dan mengizinkan IAEA melakukan inspeksi.

Langkah itu ditukar dengan dicabutnya sanksi multilateral terhadap perekonomian mereka. Sementara Protokol Tambahan bukan kesepakatan yang berdiri sendiri tapi termasuk dalam langkah-langkah sukarela untuk mendorong kemampuan IAEA memverifikasi industri nuklir Iran digunakan untuk tujuan damai.  

Iran selalu mengatakan program nuklir mereka dibuat untuk tujuan damai. Satu tahun setelah Presiden AS Donald Trump menarik AS keluar dari JCPOA dan memberlakukan kembali sanksi-sanksi ekonomi pada Iran, Presiden Iran Hassan Rouhani perlahan-lahan menarik komitmen Iran terhadap kesepakatan nuklir tersebut.

Namun ia mengatakan Iran dapat segera memenuhi kembali komitmen mereka terhadap JCPOA. Di sisi lain sejak Trump menarik mundur AS secara sepihak, kubu konservatif dan garis keras Iran mendesak pemerintah untuk kembali mengembangkan industri nuklir seperti sebelum ada JCPOA.  

Konservatif semakin kuat setelah menjadi mayoritas di parlemen usai pemilihan Februari lalu. Pemilihan itu adalah pemilihan dengan angka partisipasi pemilih terendah dalam 40 tahun sejarah Iran dikuasai tokoh agama.

Dalam pernyataan Ahad kemarin, parlemen tidak menciptakan kewajiban hukum bagi pemerintah dan Badan Energi Atom Iran. Akan tetapi anggota parlemen sedang menyelesaikan undang-undang untuk menciptakan kewajiban tersebut.

Undang-undang yang disebut Undang-undang Strategis untuk Mencabut Sanksi itu akan menjadi dasar hukum tuntutan yang diminta para anggota parlemen. Undang-undang tersebut berisi sembilan pasal.

Salah satunya mewajibkan Organisasi Energi Atom Iran untuk memproduksi minimal 120 kilogram dari 20 persen uranium yang diperkaya setiap tahunnya. Serta, menghidupkan kembali pabrik Fordow dan meningkatkan jumlah mesin sentrifugal.

Undang-undang itu juga disusun agar negara-negara yang menandatangani JCPOA kecuali AS untuk mematuhi kesepakatan nuklir tersebut dan memastikan Iran mendapatkan manfaat ekonomi sesuai yang dijanjikan kesepakatan tersebut. Apabila kondisi itu dipenuhi maka Iran akan mematuhi seluruh syarat JCPOA.

Parlemen juga sepakat untuk mempercepat proses penyelesaian undang-undang tersebut. Diperkirakan rancangan undang-undang sudah dapat ditinjau pada pekan ini dan disetujui Dewan Tertinggi Iran, lembaga berisi 12 orang yang meninjau semua legislasi yang disahkan parlemen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement