Ahad 29 Nov 2020 19:41 WIB

BKSDA Catat 95 Kasus Konflik Gajah Terjadi di Aceh

Pemerintah menyusun bersama upaya pencegahan konflik gajah.

Warga mengamati bangkai Gajah sumatra (Elephas maximus sumatrensis) yang ditemukan mati di kebun milik warga di Desa Tuha Lala, Kecamatan Mila, Kabupaten Pidie, Aceh, Rabu (9/9/2020). Gajah sumatra berjenis kelamin jantan tersebut diduga mati akibat terjerat kawat listrik yang dipasang warga untuk mengusir hewan babi agar tidak merusak tanaman milik warga setempat.
Foto: Antara/Joni Saputra
Warga mengamati bangkai Gajah sumatra (Elephas maximus sumatrensis) yang ditemukan mati di kebun milik warga di Desa Tuha Lala, Kecamatan Mila, Kabupaten Pidie, Aceh, Rabu (9/9/2020). Gajah sumatra berjenis kelamin jantan tersebut diduga mati akibat terjerat kawat listrik yang dipasang warga untuk mengusir hewan babi agar tidak merusak tanaman milik warga setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, MEULABOH — Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Aceh mencatat terjadi 95 kali konflik gajah dengan manusia terjadi di Aceh sepanjang tahun ini atau dari Januari hingga akhir November 2020.

“Hingga November ini, sudah 95 kasus konflik gajah yang tercatat terjadi di Aceh,” kata Kepala BKSDA Provinsi Aceh Agus Arianto yang dihubungi dari Meulaboh, Ahad (29/11).

Ia menjelaskan, jika dibandingkan dengan Tahun 2019, angka konflik gajah yang terjadi di Provinsi Aceh mencapai 105 kasus.

Agus Arianto menjelaskan, penyebab utama terjadinya konflik gajah dengan manusia di Aceh disebabkan beberapa faktor, seperti perusakan habitat gajah, perambahan hutan lindung, alih fungsi lahan.

Tidak hanya itu, konflik ini juga terjadi karena adanya pemasangan jerat gajah oleh masyarakat, sehingga menyebabkan satwa liar yang dilindungi oleh negara tersebut menjadi semakin liar.

Agar kasus tersebut dapat diminimalisir, BKSDA Provinsi Aceh bersama pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota di Aceh dan kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) telah menyusun bersama upaya pencegahan konflik gajah.

Rencana itu, di antaranya dengan membentuk unit respons konservasi (conservation response unit/CRU) di tujuh kabupaten di Provinsi Aceh, yang selama ini mengalami peningkatan gangguan gajah di masyarakat, seperti di Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, Pidie, Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Selatan serta di Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh.

“Jadi CRU yang sudah kita bentuk ini tugasnya untuk melakukan pencegahan gangguan gajah di masyarakat, dan selama ini telah banyak berhasil,” kata Agus Arianto menegaskan.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement