Ahad 29 Nov 2020 16:59 WIB

Pengamat Nilai Daftar Periksa Sekolah tak Jelas

Kemendikbud seperti cuci tangan dengan serahkan ke pemda.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Indira Rezkisari
Murid SMP Negeri 1 Surabaya mengikuti pelaksanaan tes usap (swab) di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (25/11/2020). Pelaksanaan tes usap yang diselenggarakan secara serentak oleh pemerintah Kota Surabaya untuk pelajar di 18 Sekolah Menengah Pertama (SMP) tersebut sebagai bentuk persiapan rencana sekolah tatap muka untuk jenjang SMP pada awal Desember mendatang.
Foto: MOCH ASIM/ANTARA
Murid SMP Negeri 1 Surabaya mengikuti pelaksanaan tes usap (swab) di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (25/11/2020). Pelaksanaan tes usap yang diselenggarakan secara serentak oleh pemerintah Kota Surabaya untuk pelajar di 18 Sekolah Menengah Pertama (SMP) tersebut sebagai bentuk persiapan rencana sekolah tatap muka untuk jenjang SMP pada awal Desember mendatang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat pendidikan Indra Charismiaji mengatakan, daftar periksa sekolah menjelang pembukaan kelas tatap muka dinilai tak berpengaruh. Sehingga, tidak ada yang menjamin penularan wabah di klaster sekolah bisa dihindari.

"Terjadinya klaster sekolah sangat mungkin terjadi walau sudah menjalankan protokol kesehatan dan mengikuti daftar periksa," ujar dia ketika dikonfirmasi Republika, Ahad (29/11).

Baca Juga

Dia menambahkan, reguler swab memang bisa lebih mengontrol penyebaran wabah menyoal tatap muka sekolah. Namun demikian, selain mahal, tak ada yang menjamin penyebaran bisa dihentikan.

‘’Siapa juga yang akan membiayainya?’’ tanya dia.

Lanjutnya, jika ada penularan, sekolah juga terpaksa harus kembali ditutup kembali. Dan terpaksa kembali melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

‘’Menurut saya SKB kemarin tidak ada gunanya. Kemendikbud saja seolah cuci tangan dan melempar ke pemda,’’ ucapnya.

Dia menyarankan, sebaiknya, peningkatan pembelajaran saat pandemi dilakukan dengan membenahi PJJ secara terstruktur, sistematis dan masif. Selain, dari upaya Kemdikbud untuk mengambil posisi sebagai pemimpin dalam langkah ini, dari pada menyerahkannya ke pemda.

‘’Jangan malah menjaga jarak dengan pemda, sekolah, guru, siswa, orang tua,’’ ungkap dia.

Sambung dia, koordinasi harus terus dilakukan Kemdikbud secara berkala dengan pemda dan juga pimpinan sekolah, jika nyatanya sekolah memang akan dibuka. Sehingga bisa ada komunikasi intens.

‘’Jangan seolah Kemdikbud pakai masker besi yang membuat tidak ada komunikasi,’’ ucapnya.

Hal itu, kata dia, bisa juga sebagai cerminan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, yang menjadi tugas pokok dan fungsi Kemdikbud. Baik itu pada saat pandemi, ataupun tidak pandemi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement