Sabtu 28 Nov 2020 07:44 WIB

Muhammadiyah Berharap MUI Menjadi Penjaga Akhlak

MUI diharapkan Muhammadiyah menjadi penjaga akhlak.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Hafil
Muhammadiyah Berharap MUI Menjadi Penjaga Akhlak. Foto: Wakil Presiden Republik Indonesia yang juga Ketua Umum MUI periode 2015-2020 Maruf Amin (tengah), Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi (kiri), Ketua Umum MUI terpilih periode 2020-2025 Miftachul Akhyar (kanan) berfoto bersama usai penutupan Musyawarah Nasional X MUI di Jakarta, Jumat (27/11). Miftachul Akhyar terpilih sebagai ketua umum MUI periode 2020-2025 menggantikan Ma’ruf Amin setelah ditetapkan secara mufakat oleh tim formatur Munas X dan MUI. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Muhammadiyah Berharap MUI Menjadi Penjaga Akhlak. Foto: Wakil Presiden Republik Indonesia yang juga Ketua Umum MUI periode 2015-2020 Maruf Amin (tengah), Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi (kiri), Ketua Umum MUI terpilih periode 2020-2025 Miftachul Akhyar (kanan) berfoto bersama usai penutupan Musyawarah Nasional X MUI di Jakarta, Jumat (27/11). Miftachul Akhyar terpilih sebagai ketua umum MUI periode 2020-2025 menggantikan Ma’ruf Amin setelah ditetapkan secara mufakat oleh tim formatur Munas X dan MUI. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyampaikan selamat atas kepengurusan MUI. Ia mendoakan, kepengurusan MUI yang baru mampu menjalankan amanat dengan baik, disertai uswah hasanah meneladani Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman.

Haedar berharap, MUI menjadi penjaga ahlak dan nilai-nilai luhur Islam wasathiyah dan menebar rahmatan lil alamin. Hal itu sebagaimana selama ini menjadi tagar MUI, yang meniscayakan bagaimana mempraktikannya di dunia nyata.

Baca Juga

Ia mengingatkan, jabatan di MUI amanat sangat berat karena itu posisi keumatan yang membawa mandat kerisalahan nabi. Menurut Haedar, posisi di MUI kalau dikejar akan melilit Si Empunya, dan menjadi beban yang sangat berat.

Sebab, pertanggung jawaban bukan hanya kepada umat tapi Allah Yang Maha Penghisab. Ia menekankan, sangat berat posisi di MUI dan ormas keagamaan karena bila tidak ditunaikan jadi musibah yang mendudukinya karena membawa nama Islam dan ulama.

"Jika MUI menjadi pembawa misi Islam, maka bagaimana keislaman itu dipraktikkan di tubuh MUI dan di lingkungan umat Islam secara nyata, bukan sekadar norma ajaran. Apalagi, dengan membawa nama ulama," kata Haedar, Jumat (27/11).

Haedar mengingatkan, ulama itu bukan simbol dan jabatan tapi amanah keilmuan, uswah hasanah, dan peran sebagai warasatul anbiya. Nabi jadi uswah hasanah dari A sampai Z, tentu harus menjadi rujukan utama perilaku siapapun yang mengaku ulama.

Jangan sampai ulama menyalahi uswah hasanah nabi karena sungguh berat jadi pewaris nabi, yang disandang dengan pertanggung jawaban dunia dan akhirat. Karenanya, ia berharap pengurus MUI jadi suluh kebenaran dan kebaikan dalam hal-hal penting.

Pertama, membawa misi kebenaran berdasarkan agama Islam dalam berbagai pemikiran dan tindakan. Suarakan kebenaran secara bayani, burhani dan irfani yang mendalam dan melintasi layaknya ar rasihuna fil llmi.

"Insya Allah ulama MUI menjadi pemandu kebenaran, tidak menyalahi kebenaran Islami demi hal-hal pragmatis. Kebenaran bukan hanya disuarakan, tapi dipraktikkan dalam kehidupan nyata dalam tindakan jujur, amanah, adil, dan baik," ujar Haedar.

Sebaliknya, kata Haedar, mereka tidak pula dusta, khianat, zalim dan buruk perangai seperti gemar mengejar jabatan yang tidak ditunaikan dengan terpercaya. Kedua, membimbing umat dengan ilmu dan uswah hasanah ke arah keadaban atau ahlaq karimah.

Agar umat halus budi, baik tutur kata, mulia tindakan sesuai ajaran Islam tentang menyempurnakan ahlak mulia. Membimbing dan memberi teladan agar umat tidak buruk kata dan perbuatan, intoleran, onar dan kegaduhan, dan perilaku tidak terpuji lain.

"Perilaku uswah hasanah tidak mudah karena beragama lebih berat kepada formalisme dan simbolisme," kata Haedar.

Ketiga, membimbing umat dan warga bangsa agar beragama yang wasathiyah dan rahmatan lil alamin sebagaimana menjadi tema utama MUI. Ajari dan beri contoh umat agar beragama yang tengahan, damai, tasamuh, dan inklusif dengan tetap memegang prinsip.

"Agar umat tidak ekstrim, intoleran, ekslusif dan egois dalam beragama. Agama juga harus terwujud dalam perilaku nyata yang utama, bukan hanya kekayaan dalil dan retorika," ujar Haedar.

Keempat, mendidik umat dan warga bangsa selain taat beragama, juga berperan dalam berbangsa dan bernegara secara benar dan baik. Membela NKRI dan persatuan nasional, serta menjauhi sikap melawan hukum dan dasar falsafah negara yang sah.

Sekaligus, memandu warga jangan hedonis dan pragmatis dalam berbangsa dan bernegara seperti korupsi, merusak alam, mementingkan diri sendiri, dan halalkan segala cara. Karenanya, ulama MUI niscaya memberi teladan menjauhkan diri dari partisan politik.

Serta, lanjut Haedar, mencampuradukkan MUI dengan kepentingan politik. Berilah umat dan bangsa uswah hasanah yang nyata dan konsisten. Ulama MUI dituntut keteladanan, ketika saat ini ada kecenderungan peluruhan kata dan tindakan dalam beragama.

"Perilaku inkonsisten itu dibenci Allah dalam Alquran, wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan," kata Haedar, mengutip QS As Shaff 2-3. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement