Kamis 26 Nov 2020 16:10 WIB

Jelang Lengser, Trump akan Jatuhkan Beragam Sanksi ke Iran

Salah satu sanksi yakni terkait dengan senjata pemusnah massal.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Donald Trump
Foto: EPA-EFE/JIM LO SCALZO / POOL
Presiden Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Perwakilan Khusus Amerika Serikat (AS) untuk Iran Elliott Abrams mengatakan Presiden Donald Trump bertekad memperketat sanksi terhadap Teheran di pekan-pekan terakhir ia berkuasa. Abrams meminta presiden terpilih Joe Biden tetap menjaga tekanan ke Iran.

Menurutnya tekanan tersebut dapat menahan ancaman regional dan global yang ditimbulkan Iran. Abrams memuji calon kepala keamanan nasional dan menteri luar Negeri yang dipilih Biden sebagai 'orang-orang luar biasa'.

Baca Juga

Ia memperingatkan mereka untuk tidak membuat kesalahan seperti Presiden Barack Obama dengan menegosiasikan kesepakatan nuklir dengan Iran pada 2015 lalu. Trump membawa AS keluar dari kesepakatan yang dikenal Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) itu dua tahun silam.

Namun Biden yang akan dilantik pada 20 Januari mendatang tampaknya akan membawa AS bergabung kembali ke kesepakatan era Obama tersebut. Dengan syarat Iran mematuhi poin-poin yang sudah ditetapkan di JCPOA.

Dalam acara virtual yang digelar Beirut Institute, Abrams mengatakan pemerintahan Trump berencana terus menekan Iran dengan sanksi-sanksi yang berkaitan dengan senjata pemusnah massal dan pelanggaran hak asasi manusia. Ia mengatakan ada sanksi baru pekan depan.

"Dan satu pekan setelah dan satu pekan setelahnya lagi, sepanjang Desember dan Januari, akan ada sanksi senjata, yang berhubungan dengan senjata pemusnah massal, yang berhubungan dengan hak asasi manusia, jadi hal ini akan berlanjut selama dua bulan hingga selesai," kata Abrams, Kamis (26/11).

Abrams mengatakan ia memperkirakan negosiasi dengan Iran akan dilakukan tahun depan. Ia juga yakin Pemerintah Biden akan meraih kesepakatan. "Kami pikir pemerintahan Biden memiliki kesempatan besar karena pengaruh sanksi terhadap Iran begitu besar," kata Abrams.

Abrams menambahkan ia melihat ada kesempatan untuk bekerja sama dengan Prancis, Jerman, dan Inggris serta sekutu-sekutu di kawasan untuk mencapai kesepakatan dalam isu rudal dan ancaman Iran di kawasan. "Bila kami menghilangkan pengaruh yang kami miliki, maka akan sangat tragis dan bodoh, tapi bila kami menggunakannya saya pikir ada  kesempatan untuk meraih perjanjian konstruktif  untuk mengatasi masalah-masalah itu," tambahnya.

Ia menilai salah bila berasumsi pemerintah baru dapat mengubah kebijakan Iran seperti menyalakan lampu. Abrams mengatakan proses negosiasi membutuhkan waktu berbulan-bulan.

Sejak Trump berkuasa ketegangan antara Washington dan Teheran semakin buruk. Terutama setelah ia mengeluarkan AS dari JCPOA dan menerapkan sanksi ekonomi untuk menekan Teheran bersedia menegosiasikan kembali program nuklir, rudal balistik dan kebijakan mereka di kawasan Timur Tengah.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement