Kamis 26 Nov 2020 11:34 WIB

China Dilaporkan Telah Menahan Ratusan Imam di Xinjiang

Penahanan para imam itu telah membuat orang Uighur merasa takut mati

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Esthi Maharani
Menara penjaga dan pagar kawat berduri mengelilingi fasilitas penahanan di Kunshan Industrial Park, Artux, Xinjiang. Associated Press telah menemukan bahwa pemerintah Cina sedang melaksanakan program pengendalian kelahiran yang ditujukan untuk warga Uighur, Kazakh, dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang, bahkan ketika sebagian besar penduduk Han di negara itu didorong untuk memiliki lebih banyak anak. Langkah-langkah tersebut termasuk penahanan di penjara dan kamp, seperti fasilitas ini di Artux, sebagai hukuman karena memiliki terlalu banyak anak.(AP Photo/Ng Han Guan, File)
Foto: AP Photo/Ng Han Guan
Menara penjaga dan pagar kawat berduri mengelilingi fasilitas penahanan di Kunshan Industrial Park, Artux, Xinjiang. Associated Press telah menemukan bahwa pemerintah Cina sedang melaksanakan program pengendalian kelahiran yang ditujukan untuk warga Uighur, Kazakh, dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang, bahkan ketika sebagian besar penduduk Han di negara itu didorong untuk memiliki lebih banyak anak. Langkah-langkah tersebut termasuk penahanan di penjara dan kamp, seperti fasilitas ini di Artux, sebagai hukuman karena memiliki terlalu banyak anak.(AP Photo/Ng Han Guan, File)

REPUBLIKA.CO.ID, XINJIANG -- Pihak berwenang China dilaporkan telah menahan ratusan pemimpin Muslim Uighur atau imam di Daerah Otonomi Xinjiang (XUAR). Penahanan para imam itu telah menciptakan suasana di mana orang Uighur merasa takut mati, karena tidak akan ada yang mengawasi upacara pemakaman mereka.

Seorang aktivis yang berbasis di Norwegia yang terkait dengan Jaringan Kota Pengungsi Internasional (International Cities of Refuge Network/ICORN), Abduweli Ayup, menginformasikan, wawancara dengan orang Uighur dari wilayah Xinjiang telah mengungkapkan setidaknya 613 imam terseret dalam kampanye penahanan ekstra-legal oleh otoritas China. Sementara itu, diketahui hingga 1,8 juta orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya telah ditahan di jaringan kamp interniran di wilayah Xinjiang sejak awal 2017.

"Kami memulai pencarian ini pada 2018, sekitar Mei dan setelah wawancara selesai pada November (tahun itu), saya menemukan bahwa populasi yang paling ditargetkan adalah tokoh agama," kata Ayup, berbicara pada webinar Kamis yang diselenggarakan oleh Proyek Hak Asasi Manusia Uyghur yang berbasis di Washington, yang berjudul 'Di mana para Imam? Bukti penahanan massal para tokoh agama Uyghur', dilansir di NDTV, Kamis (26/11).

Ayup mengalami penahanan dan penyiksaan selama berbulan-bulan selama penahanannya pada 2013-2014 setelah ia memperjuangkan hak-hak asasi sosial dan budaya melalui promosi pendidikan bahasa Uighur. Ayup mengatakan, dia juga telah mewawancarai setidaknya 16 mantan tahanan kamp yang mengatakan adanya penangkapan para imam telah  menjungkirbalikkan komunitas Uighur di wilayah Xinjiang.

Menurut Radio Free Asia, salah satu mantan tahanan yang tinggal di Belanda mengatakan kepada Ayup bahwa di ibukota Xinjiang, Urumqi, orang-orang harus mendaftar dan harus menunggu ketika seseorang meninggal.

"Mereka takut mati karena masjid dibongkar, dan para imam ditangkap, dan tidak ada kemungkinan mengadakan pemakaman, untuk mengadakan upacara. Sangat tragis," kata mantan tahanan lainnya.

Sementara itu, seorang profesor etnomusikologi di School of Oriental and African Studies di University of London, Rachel Harris, mencatat bahwa para imam (biasanya laki-laki) bukanlah satu-satunya tokoh agama yang menjadi sasaran dalam masyarakat Uyghur. Dia mencatat bahwa pemimpin agama wanita juga sangat penting dalam masyarakat Uyghur. Menurutnya, mereka tidak memimpin di masjid-masjid. Akan tetapi, mereka memiliki peran di dalam rumah, dan mereka melakukan semua jenis peran penting yang sama seperti yang dilakukan oleh imam laki-laki.

"Mereka (pemimpin agama wanita) bekerja dengan para wanita, jadi mereka memimpin pemakaman wanita, mereka mengajari anak-anak membaca Alquran dan sebagainya, dan mereka juga memiliki peran yang sangat penting dalam masyarakat, menengahi perselisihan, memberi nasihat, melakukan segala macam ritual," kata Harris.

Harris selanjutnya mendesak kelompok-kelompok hak asasi Uyghur dan lainnya yang memantau wilayah tersebut untuk memasukkan para pemimpin agama perempuan dalam penyelidikan mereka terkait penahanan massal dan pelanggaran hak lainnya di wilayah tersebut.

Dokumen rahasia yang dikenal sebagai Kabel China, diakses tahun lalu oleh Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional, yang menyoroti bagaimana pemerintah China menggunakan teknologi untuk mengendalikan Muslim Uyghur di seluruh dunia. Namun, China kerap menyangkal penganiayaan tersebut dan mengatakan bahwa kamp tersebut menyediakan "pelatihan kejuruan".

Orang-orang di kamp interniran mengatakan, mereka menjadi sasaran indoktrinasi politik paksa, penyiksaan, pemukulan dan penolakan makanan dan obat-obatan. Selain itu, mereka dilarang menjalankan agama atau berbicara dalam bahasa mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement