Kamis 26 Nov 2020 00:01 WIB

Hoaks Seputar Merapi Masih Banyak Beredar

Teknologi informasi bisa membantu penyebaran informasi terkini seputar Gunung Merapi.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Gunung Merapi difoto dari kawasan Kinahrejo, Cangkringan, Sleman, D.I Yogyakarta. Berdasarkan data pengamatan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta pada Rabu (18/11) pukul 06.00 WIB - 12.00 WIB Gunung Merapi mengalami 16 kali guguran serta 7 kali gempa vulkanik dangkal.
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Gunung Merapi difoto dari kawasan Kinahrejo, Cangkringan, Sleman, D.I Yogyakarta. Berdasarkan data pengamatan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta pada Rabu (18/11) pukul 06.00 WIB - 12.00 WIB Gunung Merapi mengalami 16 kali guguran serta 7 kali gempa vulkanik dangkal.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Gunung Merapi memang masih berstatus siaga (level III) yang membutuhkan kesiapsiagaan semua elemen masyarakat menghadapi ancaman erupsi. Sayangnya, masih banyak kabar-kabar tidak benar atau tidak tepat seputar Gunung Merapi yang beredar.

Peredarannya mulai dari kabar-kabar yang merupakan informasi palsu, sampai kabar-kabar yang berasal dari judul-judul berita. Artinya, selain hoaks-hoaks di media sosial, ada pula yang berkembang dari judul-judul sensasional di media massa.

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Hanik Humaida bersyukur, belakangan teknologi informasi mengalami kemajuan. Bahkan, bisa membantu penyebaran informasi terkini seputar Gunung Merapi kepada masyarakat.

Dikatakannya, perkembangan teknologi informasi itu dimanfaatkan pula oleh BPPTKG, salah satunya melalui media sosial. Sehingga, informasi bisa disebarluaskan tidak cuma secara konvensional melalui media massa, tapi melalui media-media sosial.

"Kita menggunakan berbagai macam media dalam menyebarluaskan informasi karena sudah jadi zamannya, kalau kita tidak ada media sosial akan sulit. Jadi, selain radio dan media massa, terus kita sampaikan melalui media sosial," kata Hanik saat mengisi FGD yang digelar Republika dan Satgas Penanganan Covid-19 BNPB, Selasa (24/11).

Dia mengungkapkan, BPPTKG telah pula membuat jaringan komunikasi bersama kepala-kepala desa/dusun yang berada di sekitaran Gunung Merapi. Itu dilakukan karena pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat kepala desa atau kepala dusun.

"Kita punya aplikasi untuk broadcast informasi Merapi lewat WA dan SMS. Lalu, mulai beberapa pekan lalu tidak hanya kepala dusun, tapi relawan dan pemerhati di sekitar Merapi, jadi warga yang dituakan, yang peduli, kita masukkan ke grup," ujar Hanik.

Bahkan, BPPTKG sudah menyebarluaskan akun YouTube untuk masyarat umum bisa memantau aktivitas terkini dari Gunung Merapi. Itu semua perlu dilakukan demi bisa mengklarifikasi kabar-kabar tidak benar atau tidak tepat yang banyak beredar.

Jika dibandingkan tahun-tahun sebelumya, Hanik melihat, tahun ini kabar-kabar tidak benar atau tidak tepat seputar Gunung Merapi sebenarnya mengalami penurunan. Sebab, kini informasi yang beredar bisa langsung direspons melalui media-media yang ada.

Contoh paling dekat terkait penetapan status siaga yang mana jarak maksimum warga ditetapkan BPPTKG lima kilometer dari puncak Gunung Merapi. Tapi, beredar kabar jika BPPTKG sudah memperpanjang jarak aman sampai 10 kilometer.

"Setelah ditelusuri ternyata itu informasi 2010, yang kami keluarkan di jurnal kegunungapian, tapi diedarkan kembali. Kadang yang juga sulit judul-judul media massa karena sering sekali beritanya oke oke saja, tapi judulnya," kata Hanik.

Menurut Hanik, informasi-informasi seperti itu harus bisa segera dikonfirmasi agar tidak menimbulkan kepanikan atau kekhawatiran. Sebab, selain warga sekitar Gunung Merapi, informasi-informasi itu kerap membuat kesalahpahaman bagi masyarakat luas.

"Ini yang harus kita antisipasi, tapi alhamdulillah masyarakat sudah cerdas dan sering konfirmasi ke saya langsung, saya yakin jika kita bekerja sama saya kira informasi yang benar mudah disampaikan ke masyarakat," kata Hanik.

Senada, Relawan Jalin Merapi, Sukiman Mohtar, merasa masih banyak kabar-kabar hoaks yang beredar. Tapi, dia melihat, masyarakat Gunung Merapi sudah cukup cerdas memilah informasi yang mereka konsumsi, dan tidak mudah mempercayai informasi yang beredar.

"Ibaratnya, untuk apa mereka percaya kabar-kabar yang beredar, wong mereka bisa melihat sendiri ke Gunung Merapi kalau tidak terjadi apa-apa," ujar Sukiman.

Meski begitu, dia menambahkan, kesiapsiagaan tetap penting dimiliki masyarakat, terutama yang berada di sekitar Gunung Merapi. Sehingga, ketika memang ada kondisi darurat, mitigasi sudah diterapkan dan antisipasi dapat dilaksanakan sebaik-baiknya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement