Selasa 24 Nov 2020 16:04 WIB

Pemerintah Siapkan Perpres Percepatan Penurunan Stunting

Pemerintah berharap penurunan prevalensi stunting hingga angka 14 persen pada 2024.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Friska Yolandha
Petugas menggunakan alat pelindung diri (APD) menimbang berat badan bayi saat imunisasi di Puskesmas Karawaci Baru, Kota Tangerang, Banten, Rabu (13/5). Pemerintah sedang menyiapkan rancangan Peraturan Presiden terkait upaya mempercepat penurunan angka stunting.
Foto: FAUZAN/ANTARA FOTO
Petugas menggunakan alat pelindung diri (APD) menimbang berat badan bayi saat imunisasi di Puskesmas Karawaci Baru, Kota Tangerang, Banten, Rabu (13/5). Pemerintah sedang menyiapkan rancangan Peraturan Presiden terkait upaya mempercepat penurunan angka stunting.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sedang menyiapkan rancangan Peraturan Presiden terkait upaya mempercepat penurunan angka stunting. Deputi Bidang Pembangunan Manusia Masyarakat dan Kebudayaan Bappenas Subandi Sardjoko mengatakan Perpres nantinya mencakup konvergensi penanganan di tingkat pusat, provinsi, hingga desa. 

"Perpres ini nantinya mengkoordinasikan pelbagai sumber daya sehingga intervensi penurunan stunting benar-benar sampai ke masyarakat," ujar Subandi yang dikutip dari siaran pers Sekretaris Wakil Presiden di acara Lokakarya Evaluasi Pelaksanaan Percepatan Pencegahan Stunting 2018 - 2024, Selasa (24/11).

Baca Juga

Subandi Sardjoko mengatakan diperlukan kerja sama lintas sektor dengan dukungan berbagai kementerian dan lembaga untuk mencapai target penurunan stunting di angka 14 persen. Karena itu, Perpres diharapkan mendorong kolaborasi lintas sektor untuk mencapai penurunan angka stunting di masing-masing daerah, serta komitmen serius dari kepala daerah, baik gubernur, bupati dan wali kota.

“Tantangan yang kita hadapi saat ini tidaklah mudah, terlebih dalam situasi pandemi Covid-19 seperti sekarang ini. Butuh kolaborasi lintas sektor, mulai dari tingkat pusat hingga daerah, termasuk swasta dan NGO,” katanya.

Ia menambahkan, saat ini permasalahan stunting di Indonesia terjadi hampir di seluruh wilayah dan kelompok sosial ekonomi. Potensi kerugian ekonomi pun kata dia, mencapai 2-3 persen PDB atau Rp 260-390 triliun per tahun.

Karena itu, pemerintah terus menekankan agar setiap proyek intervensi tidak sebatas hanya dikerjakan, tetapi harus dipastikan bahwa program itu telah berjalan sesuai rencana. Melalui Perpres, dilakukan penajaman intervensi yang dimaksud meliputi jumlah target yang jelas, kualitas yang sesuai standar dan diterima seluruh sasaran, dan dikonsumsi sasaran sesuai ketentuan. 

“Jadi bantuan yang diberikan tidak hanya sekedar di terima, tetapi juga harus di konsumsi (delivered), dan terpenuhi jumlahnya (responsible),” ungkapnya.

Dalam kesempatan itu, Staff Khusus Wakil Presiden yang juga Sekretaris Eksekutif Ad Interim Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Bambang Widianto berharap peran seluruh Pemerintah daerah menjadikan pencegahan stunting sebagai prioritas pembangunan. Salah satunya mengerahkan  sumberdaya yang dimiliki untuk mobilisasi pencegahan stunting.

“Dengan komitmen yang kuat kepala daerah saya optimistis target penurunan prevalensi stunting hingga angka 14 persen di tahun 2024 mendatang dapat tercapai,” kata Bambang.

Bambang menyebut, hingga saat ini, secara bertahap program percepatan pencegahan stunting telah dilakukan 260 di Kabupaten/Kota prioritas.  Ia mengatakan, sudah 258 kepala daerah dari wilayah prioritas tersebut telah menandatangani komitmen untuk melakukan percepatan pencegahan stunting di wilayahnya. 

Karenanya, Bambang berharap komitmen tersebut dapat direalisasikan dengan menjadikan pencegahan stunting sebagai prioritas pembangunan di wilayahnya.

Pemerintah Pusat, lanjut Bambang, telah menyalurkan beberapa program kepada pemerintah daerah melalui berbagai mekanisme. Total dana yang dialokasikan untuk program dan kegiatan yang dikelola oleh Kementerian dan Lembaga pada tahun 2019 adalah sebesar Rp 29 triliun, sedangkan tahun 2020 adalah sebesar Rp 27.5 triliun.

Hasilnya, kata Bambang, setelah 3 tahun pelaksanaan program, kemajuan di tingkat outcome sudah dapat terlihat. Ia mencontohkan dalam Survei Status Gizi Balita Indonesia pada tahun 2019 yang menunjukkan bahwa prevalensi stunting turun, dari 30,8 persrn pada tahun 2018 menjadi 27,7 persen pada tahun 2019 atau turun sekitar 3,1 persen.

“Jika ditarik lebih jauh dari tahun 2013, maka rata-rata penurunan adalah sebesar 1,6 persen per tahun,” katanya.

Sedangkan hasil perhitungan Indeks Khusus Penanganan Stunting (IKPS) oleh BPS dengan menggunakan 6 dimensi dan 12, indikator yang terkait erat dengan stunting, juga menunjukkan bahwa ada kenaikan IKPS sebesar 2,1 dari tahun 2018 sebesar 64,48 menjadi 66,6 pada tahun 2019. Perbaikan yang cukup siginifikan adalah pada dimensi gizi dan perumahan yang meliputi cakupan sanitasi dan air minum.

“Kemajuan dan capaian selama 3 tahun terakhir Ini harus diapresiasi karena hal ini tidak akan terjadi tanpa kerja keras seluruh pihak, dari tingkat pusat hingga daerah dan desa,” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement