Selasa 24 Nov 2020 15:49 WIB

Pengamat: Perlu Komitmen Akhiri Konflik Pemerintah dan HRS

Rekonsiliasi sebagai sarana penting untuk mewujudkan restorasi keadilan.

Rep: Rizky Suryadika/ Red: Agus Yulianto
Direktur Eksekutif Indknesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo (tengah)
Foto: Republika/Imas Damayanti
Direktur Eksekutif Indknesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo, meminta, pemerintah mengkaji secara cermat wacana rekonsiliasi dengan kubu Habib Rizieq Shihab (HRS). Karyono mengingatkan, agar munculnya rekonsiliasi tak sekedar demi memuaskan kubu tertentu saja.

Karyono menyampaikan, pemerintah jangan hanya mengartikan rekonsiliasi sebagai bagi-bagi kursi kekuasaan. Rekonsiliasi yang dimaknai demikian, menurutnya, tak akan efektif.

"Rekonsiliasi itu harus memiliki urgensi, tujuan dan kerangka atau konsep rekonsiliasi. Rekonsiliasi tidak hanya untuk menyatukan masyarakat terbelah. Lebih dari itu, juga diyakini sebagai sarana penting untuk mewujudkan restorasi keadilan," kata Karyono pada Republika, Selasa (24/11).

Dari aspek urgensi, Karyono mengakui, rekonsiliasi memang diperlukan, mengingat sepanjang perjalanan bangsa ini masih terbebani konflik masa lalu. Namun, tidak mudah mewujudkan rekonsiliasi karena memelukan komitmen kuat menghapus dendam demi mengakhiri konflik. 

"Masalahnya, konflik masa lalu justru dikelola untuk tujuan tertentu yang malah memperpanjang dan memeruncing konflik. Konflik lama justru kerap direproduksi, diduplikasi dan dimodifikasi untuk tujuan tertentu," ungkap Karyono.

Karyono prihatin, saat istilah rekonsiliasi cenderung disalahartikan. Sehingga ,yang terjadi bukan rekonsiliasi nasional demi mengakhiri konflik, melainkan sebatas kompromi politik, sebatas kepentingan elit.

"Rekonsiliasi akhirnya terdistorsi menjadi sebatas kompromi elit. Upaya rekonsiliasi seperti ini niscaya tidak akan menyelesaikan akar persoalan," ucap Karyono.

Diketahui, kepulangan HRS ke Tanah Air telah memicu rentetan peristiwa bernuansa politik. Di antaranya pencopotan Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jabar, pemanggilan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jabar Ridwan Kamil oleh kepolisian. Disusul kemudian pencopotan baliho HRS di Ibu Kota oleh Satpol PP bersama TNI. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement