Selasa 24 Nov 2020 15:17 WIB

Pedofil Paling Bejat di Inggris Jerat 5.000 Anak, Modusnya?

Sebanyak 5.000 anak dari berbagai negara telah menjadi korban pedofil Inggris.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Reiny Dwinanda
Media sosial (ilustrasi). Pedofil paling bejat di Inggris menjebak korbannya melalui media sosial.
Foto: Republika
Media sosial (ilustrasi). Pedofil paling bejat di Inggris menjebak korbannya melalui media sosial.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang tua di seluruh dunia harus lebih berhati-hati dalam mendampingi anaknya menggunakan media sosial. Kasus pedofilia di Inggris bisa menjadi pelajaran penting.

Pelaku pedofilia paling bejat di Inggris ditangkap setelah menargetkan 5.000 anak laki-laki dari berbagai negara, beberapa di antaranya ada yang berusia empat tahun. Pria itu menyamar sebagai perempuan muda di media sosial, meminta korbannya mengirimkan foto diri, lalu memeras mereka untuk mengirimkan rekaman ekstrem.

Baca Juga

Pedofil tersebut bernama David Wilson (36). Ia memakai foto profil gadis remaja berparas menarik agar mudah meminta korbannya yang berusia antara empat hingga 14 tahun untuk bertukar foto.

Ketika muncul di Pengadilan Ipswich Crown, Wilson mengaku bersalah atas 96 dakwaan pelecehan seksual terhadap 51 korban. Butuh setengah jam untuk membacakan semua dakwaannya.

Badan Kejahatan Nasional (NCA) menyebut Wilson sebagai salah satu pedofil paling produktif yang pernah diselidiki. Ada bukti sebanyak 500 anak laki-laki mengirimkan konten pelecehan kepadanya. Wilson dikabarkan telah mendekati lebih dari 5.000 anak di seluruh dunia.

Kepala Operasi Pelecehan Seks Anak NCA, Tony Cook mengatakan, Wilson telah menyebabkan penderitaan yang menghancurkan hati para korban dan keluarga mereka dalam kasus ini. Menurut Cook, Wilson mampu meraih kepercayaan anak laki-laki dan memanfaatkan penggunaan media sosial mereka dengan menggunakan teknik yang dipraktikkan dengan baik untuk meyakinkan mereka bahwa dia benar-benar seorang gadis yang tertarik pada mereka.

"Dia kemudian memanipulasi atau memaksa mereka untuk mengirim foto diri mereka sendiri atau anak-anak lain yang dia dambakan," kata Cook dikutip dari laman The Sun, Selasa (24/11).

Cook mengatakan, di tengah penderitaan para korban, Wilson mengabaikan permintaan korban untuk berhenti. Wilson kenyataannya terus mendesak korban sampai dia mendapatkan apa yang dia inginka. Dalam beberapa kesempatan, dia sampai membagikan foto tak senonoh korbannya kepada teman-teman korban.

Cook mengungkapkan, pelaku membuat dan menggunakan serangkaian identitas palsu di media sosial dengan menyamar sebagai gadis remaja untuk menghubungi para korban secara online. Dengan menggunakan telepon yang tidak terdaftar, dia mengirim foto gadis sensual yang dicomotnya dari internet dan meminta imbalan foto dan video korban.

Wilson disebut membangun kepercayaan dengan para korban sebelum memerasnya agar mengirimkan rekaman yang lebih ekstrem tentang diri mereka. Dalam beberapa kasus, mereka diminta untuk mengirimkan foto dan video saat melecehkan adik atau teman.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa beberapa anak yang menjadi korban Wilson sampai punya keinginan untuk mengakhiri hidup. Wilson menyasar anak laki-laki mulai Mei 2016 hingga April 2020.

Pada bulan Juni dan Juli 2017, Facebook mengidentifikasi 20 akun anak laki-laki berusia antara 12 hingga 15 tahun, yang telah mengirim gambar tidak senonoh tentang diri mereka ke akun yang tampaknya milik seorang gadis berusia 13 tahun. Wilson awalnya ditangkap pada Agustus 2017, tetapi dibebaskan dengan jaminan hingga dapat terus melakukan pelanggaran.

Pelanggaran awal yang membuatnya ditangkap relatif kasus kecil, tetapi dia mampu menyamarkan aktivitasnya dengan menggunakan teknik yang canggih. Materi tersebut diteruskan ke NCA untuk diselidiki oleh Pusat Nasional AS untuk Anak Hilang dan Tereksploitasi (NCMEC) yang menerima rujukan dari pihak pengelola media sosial sebelum menyebarkannya ke lembaga penegak hukum untuk diselidiki.

NCA menemukan bukti kunci terhadap Wilson termasuk alamat IP yang digunakan untuk melakukan pelanggaran yang terhubung ke rumahnya dan jaringan identitas media sosial palsu yang dia gunakan untuk melakukan pelanggaran. Hakim Rupert Overbury menunda kasusnya untuk dijatuhi hukuman pada 12 Januari 2021.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement