Selasa 24 Nov 2020 12:23 WIB

APTI Minta Pemerintah Kaji Ulang Kenaikan Cukai Rokok

Tahun ini pemerintah mengenakan tarif cukai rokok sebesar 23 persen.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Pedagang menunjukan bungkus rokok bercukai. ilustrasi
Foto: Republika/Prayogi
Pedagang menunjukan bungkus rokok bercukai. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) melayangkan surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Kepala Staf Presiden Moeldoko. APTI meminta pemerintah mengkaji ulang rencana kenaikan cukai rokok.

Ketua APTI, Agus Parmuji mengingatkan bahwa situasi dan kondisi sentra tembakau di dua tahun terakhir (2019 dan 2020) sedemikian parah hingga menyebabkan penyerapan industri atas hasil perkebunan tembakau juga mengalami penurunan yang luar biasa. “Perekonomian sentra tembakau ambruk karena lemahnya penyerapan industri dan hancurnya harga pembelian oleh industri,” ujar Agus, Selasa (24/11).

Baca Juga

Penyebab dari semua itu, lanjut Agus, adalah karena penetapan tarif cukai setinggi 23 persen pada tahun 2020 yang berakibat terhadap minimnya penyerapan tembakau lokal.

Lebih jauh APTI juga mengkritisi rencana Pemerintah untuk tetap bersikeras menaikan tarif cukai untuk sigaret kretek mesin (SKM), yang konon, berada dalam kisaran 13 persen hingga 20 persen. Bagi APTI, SKM adalah salah satu produk yang banyak menyerap tembakau lokal.

“SKM bisa dikatakan sebagai produk yang padat bahan baku nasional,” katanya.

Berdasarkan fakta tersebut, APTI mengusulkan agar besaran kenaikan cukai produk SKM maksimal hanya sebesar 5 persen saja. Belum lagi keberadaan rokok illegal jenis SKM yang akan semakin merajalela.

Di sisi lain, APTI menyambut rencana Pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai produk sigaret kretek tangan (SKT). “SKT adalah produk yang banyak melibatkan tenaga kerja, jadi tidak adanya kenaikan tarif di sini akan membantu produsen untuk mempertahankan tenaga kerja yang ada,” tutur Agus.

APTI berharap tarif cukai untuk kedua produk tersebut, yang banyak bernuansa nasional, dipertimbangkan secara matang oleh Pemerintah. “Harapan kami, Pemerintah mempertimbangkan kedua produk nasional tersebut agar kenaikan cukai ke depan tidak berdampak pada ambruknya ekonomi masyarakat pertembakauan dan ikutannya,” pungkas Agus.

Selain tarif cukai, APTI juga menyampaikan masukan terhadap rencana program Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Dalam aturan sekarang ini, 50 persen dari DBHCHT tersebut dialokasikan ke sektor pertanian. Dari alokasi tersebut, petani tembakau memperoleh 10 persen. APTI mengusulkan agar persentasenya dinaikkan hingga minimal 35 persen dan bentuknya berupa bantuan langsung tunai (BLT).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement