Sabtu 21 Nov 2020 09:02 WIB

ESDM: Residu Bauksit Punya Nilai Ekonomis Tinggi

Pemurnian residu bauksit berpeluang menjadi bahan baku industri besi dan baja.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolandha
usat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang Tekmira) Kementerian ESDM dari hasil penelitian menemukan bahwa residu bauksit bisa diolah menjadi komoditas bernilai ekonomi tinggi.
Foto: IST
usat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang Tekmira) Kementerian ESDM dari hasil penelitian menemukan bahwa residu bauksit bisa diolah menjadi komoditas bernilai ekonomi tinggi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang Tekmira) Kementerian ESDM dari hasil penelitian menemukan bahwa residu bauksit bisa diolah menjadi komoditas bernilai ekonomi tinggi. Koordinator Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan (KP3) Pengolahan dan Pemanfaatan Mineral, Puslitbang Tekmira, Nuryadi Saleh menjelaskan ESDM sudah melakukan uji coba pemurnian residu bauksit ini. 

Ia menjelaskan besi dan Titanium pada industri alumina dari bijih bauksit  dengan proses Bayer serta peluang pengembangan industri logam tanah jarang. "Mineral tersebut menjadi bahan baku industri besi baja, logam ringan pada industri pesawat dan mobil listrik, industri baterai, pembuatan mineral wool/rockwool, serta bahan baku pembuatan supporting katalis padat," ujar Nuryadi, Sabtu (21/11).

Nuryadi menjelaskan, tahapan utama dalam penelitian ini adalah proses pemisahan magnetis, proses pelindian (leaching) baik secara atmosferik maupun pelindian asam sulfat tekanan tinggi (HPAL), dan proses ekstraksi untuk pemurnian.

Penelitian pada tahun ini ditargetkan dapat menghasilkan produk garam Scandium (Sc), dengan hasil permurnian 85 persen sebagai bahan baku pembuatan Skandium Oksida dari bijih Nikel Laterit dan residu Bauksit. Tahap penelitian selanjutnya diharapkan akan diperoleh teknologi ekstraksi Skandium Oksida yang tepat dari bijih Bikel Laterit dan residu Bauksit.

"Pengolahaan dimulai dari proses benefisiasi Besi (Fe) melalui pemisahan magnetic, menghasilkan konsentrasi Fe mencapai 63,53 persen dengan recovery 74,73 persen," jelas Nuryadi.

Adapun, benefisiasi Fe dilakukan dengan proses magnetic separator terhadap residu bauksit tanpa thermal treatment, thermal treatment roasting, dan thermal treatment reduction. Residu Bauksit yang telah mengalami benefisiasi Fe dengan proses reduksi dan pemisahan magnetik, menghasilkan logam besi, konsentrat besi dan slag.

Sebelum dilakukan proses pelindian di tailing dan slag hasil peleburan besi, dilakukan benefisiasi residu bauksit untuk mengambil mineral besi dan titanium. Slag ini selanjutnya  dijadikan umpan proses pelindian.

Proses pelindian dan ekstraksi dari slag residu Bauksit yang telah mengalami proses benefisiasi menggunakan proses HPAL (high pressure acid leaching- asam sulfat tekanan tinggi). Proses ini menghasilkan ekstraksi dengan kadar persentase tinggi dan konsumsi asam rendah.

Untuk mendapatkan kemurnian tinggi, maka dilakukan metode solvent extraction terhadap PLS (pregnant leaching solution) dengan kandungan Sc yang tinggi (Sc enrichment). Proses ekstraksi Sc dari residu Bauksit diperoleh kemurnian Oksida Sc yang cukup tinggi, 99 persen dengan persen recovery mencapai 85 persen Keberadaan Sc akan diidentifikasi pada konsentrat besi maupun sisa hasil benefisiasi (tailing).

Puslitbang Tekmira juga merancang percobaan dengan Metode Taguchi sebagai cara untuk memilih kondisi optimal dan menganalisis pengaruh seluruh parameter terhadap proses ekstraksi.

"Metode Taguchi dipilih karena metode ini hanya membutuhkan jumlah percobaan tidak terlalu banyak dibandingkan dengan metode rancangan percobaan lainnya sehingga menurunkan waktu dan biaya tanpa mengurani esensi dari percobaan," ujar Nuryadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement