Sabtu 21 Nov 2020 01:15 WIB

Polisi Thailand Tuntut Siswa SMA karena Aksi Protes

Para siswa mengaku tak takut dengan tuntutan polisi.

 Tabung gas air mata diberikan kepada polisi saat pengunjuk rasa pro demokrasi berkumpul di dekat Parlemen di Bangkok, Selasa, 17 November 2020. Medan pertempuran politik Thailand bergeser ke Parlemen negara pada hari Selasa, di mana anggota parlemen sedang mempertimbangkan proposal untuk mengubah konstitusi negara, salah satu dari tuntutan inti dari gerakan pro-demokrasi yang dipimpin mahasiswa.
Foto: AP/Wason Wanichakorn
Tabung gas air mata diberikan kepada polisi saat pengunjuk rasa pro demokrasi berkumpul di dekat Parlemen di Bangkok, Selasa, 17 November 2020. Medan pertempuran politik Thailand bergeser ke Parlemen negara pada hari Selasa, di mana anggota parlemen sedang mempertimbangkan proposal untuk mengubah konstitusi negara, salah satu dari tuntutan inti dari gerakan pro-demokrasi yang dipimpin mahasiswa.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Dua pemimpin siswa sekolah menengah atas (SMA) Thailand akan dituntut karena bergabung dengan aksi protes pada Oktober lalu.  Tuntutan dilayangkan sehari setelah Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengancam akan melakukan tindakan lebih keras terhadap pengunjuk rasa.

Para siswa tersebut mengatakan bahwa mereka telah dipanggil karena melanggar keputusan keadaan darurat dengan bergabung dalam demonstrasi 15 Oktober.

Baca Juga

"Bahkan jika para pemimpin protes ditangkap, tidak ada cukup ruang di penjara karena ratusan lainnya lagi akan bangkit," kata Benjamaporn Nivas kepada Reuters melalui pesan singkat. Benjamaporn adalah salah satu siswa berusia 15 tahun yang dituntut.

Kelompok "Bad Student" (Pelajar Nakal) merencanakan aksi protes pada Sabtu dan Benjamaporn mengatakan dia akan tetap hadir. Anggota kelompok protes lain yang menghadapi tuntutan adalah Lopanapat Wangpaisit yang berusia 17 tahun.

Juru bicara polisi Thailand Yingyos Thepjumnong mengatakan, kedua siswa tersebut dipanggil untuk mengakui tuduhan tersebut dan akan diinterogasi di hadapan orang tua dan pengacara mereka.

Protes yang dipimpin kalangan pemuda dan siswa sejak Juli telah menjadi tantangan terbesar bagi pembangunan Thailand selama bertahun-tahun. Puluhan penangkapan serta upaya untuk memadamkannya sejauh ini malah membawa lebih banyak orang turun ke jalan.

Prayuth telah menolak permintaan pengunjuk rasa untuk mengundurkan diri. Ia menolak tuduhan mereka bahwa dia merekayasa hasil pemilihan umum tahun lalu untuk mempertahankan kekuasaan yang direbutnyamelalui kudeta pada 2014.

Para pengunjuk rasa juga menyerukan perubahan pada konstitusi, yang dulu disusun oleh mantan pemimpin junta, serta menuntut agar kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn dibatasi. Mereka mengatakan monarki telah memungkinkan militer mendominasi di Thailand selama beberapa dekade.

Pihak Istana Kerajaan Thailand tidak memberikan komentar apa pun sejak aksi protes dimulai. Pada Kamis (19/11), Prayuth mengancam akan menggunakan semua undang-undang untuk mengadili pengunjuk rasa yang melanggar aturan.

sumber : Reuters/antara
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement