Jumat 20 Nov 2020 15:45 WIB

Praktisi: Kunci Pendidikan Vokasi, Jawab Kebutuhan Industri

Pendidikan vokasi dituntut mampu menjawab kebutuhan industri

Foto: Dok Istimewa
"Santri Talking Fashion; Opportunity and Challenges" yang diselenggarakan di SMK PGRI 1 Kudus, Kamis (19/11)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Konsep  dasar pendidikan vokasi  harus benar benar memprioritaskan link and match dengan industri. 

Untuk memperkuat link and match, diperlukan adanya inkubasi dan pendampingan sehingga bagaimana SDM lulusan SMK harus menjawab tantangan dunia industri hari ini.   

Baca Juga

Hal tersebut disampaikan Pimpinan MataAir Foundation Muhammad Abdul  Idris pada kegiatan "Santri Talking Fashion; Opportunity and Challenges"  yang diselenggarakan di SMK PGRI 1 Kudus, Kamis (19/11). 

Agenda ini diselenggarakan dengan protokol kesehatan yang ketat dan dihadiri Direktur Wisata Pertemuan, Insentif, Konvensi dan Pameran (MICE) Kemenparekraf RI serta Lisa Fitria selaku Inovator Fashion SMK yang juga pendiri Indonesian Fashion Chamber.

Untuk itu, menurutnya harus ada kolaborasi yang solid antara SMK, pemerintah dengan industri dalam menyusun roadmap pengembangan dunia vokasi khususnya di bidang fashion

“SMK ini harus benar benar link and match. Jangan sampai hanya sampai kerjasama level MoU saja. Selain itu, kolaborasi pengembangan SMK adalah kunci. Kompetensi yang mumpuni di dunia fashion tetap harus didukung skill tambahan yaitu komunikasi, jadi komunikasi dan kolaborasi,” ungkap Idris.

Di pengujung acara, Idris menyampaikan mimpinya di kemudian hari untuk menggelar sebuah kegiatan wisata yang basisnya adalah pameran produk fashion yang diinisiasi para santri dan siswa vokasi di Kudus untuk menunjang roda pergerakan ekonomi kreatif di daerah, dan tentunya dengan melibatkan stakeholder setempat.

“Sehingga mimpi kita bukan sekadar membuat produk wisatanya, tetapi juga menginisasi event wisata yang berangkat dari produk ekonomi kreatif, sehingga karya mereka bisa dinikmati oleh publik bahkan hingga di tahap kolaborasi seperti food and fashion Kudus dan sebagainya.” ucap Idris.

Kedepan, Idris juga berharap agar kita tetap mengeksplor metode promosi produk selain dengan cara menggandeng kerjasama dengan dunia usaha dan industri sehingga serapan daya saing lulusan vokasi ini bisa diterima di dunia kerja sebagai professional workers atau akademisi yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Sementara, Direktur Wisata Pertemuan, Insentif, Konvensi dan Pameran (MICE) Kemenparekraf,  Iyung Masruroh , membagikan tips untuk mengembangkan pendidikan vokasi di bidang fashion guna merespons tantangan dunia industri. 

“Berani berbisnis dengan segala kreativitas yang kita miliki. Membuat desain yang payable. Dukungan pemerintah daerah juga dibutuhkan untuk membesarkan kreatifitas peserta didik dalam membangun ketepatan brand yang dipilih serta target market yang harus menjadi perhatian,” ujar perempuan yang akrab disapa Iyung ini.

Di hadapan perwakilan pelajar dan santri vokasi Kabupaten Kudus, Iyung juga berpesan untuk tetap menanamkan perilaku santri di kehidupan sehari-hari.

“Santri harus tetap berlaku moderat serta adil dan imbang dalam keseharian serta menilai segala sesuatunya. Misalnya, apabila menanggapi berita berita yang tidak jelas harus terlebih dahulu melakukan tabayyun, mencari sumber informasi dan tidak asal menyebarkan berita yang tidak jelas sumbernya.,” tutup Iyung.

Selanjutnya, Lisa Fitria yang merupakan inovator Fashion SMK mengatakan bahwa dirinya ingin mengubah image bahwa santri itu keren, tidak kuno dan juga siap menjawab tantangan industri melalui dunia fashion desain.

“Saya berangkat dari pesantren, dan melanjutkan pendidikan juga di pesantren tetapi semua itu tak menghalangi mimpi saya untuk jadi fashion desainer hingga berada di titik ini, sehingga saya mencintai dan sangat excited untuk total berkontribusi membawa santri untuk berani terjun di dunia fashion nasional hingga internasional,” sambung Lisa.

Lisa melanjutkan dengan membagi pengalamannya yang hanya lulusan pesantren namun bisa berkeliling untuk memamerkan karya di 15 negara kemudian belajar fashion mode di negara negara yang saya kunjungi. 

“Ini pengalaman yang sering saya bagikan kepada adik adik SMK di berbagai daerah, agar mereka berani bermimpi untuk menjadi fashion desainer yang professional. Kita jangan pernah takut untuk bermimpi, dan tentunya mimpi itu harus dibarengi dengan ikhtiar di jalur yang sama, insya Allah pasti akan tercapai,” kata Lisa.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement